welcome to stargirlzone

welcome to stargirlzone ^^

Senin, 13 Januari 2014

IMUNISASI

A. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu, namun kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain (Depkes RI, 2007). Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang menjadi penyebab penyakit, namun telah dilemahkan atau dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau kelompok orang dengan tujuan merangsang timbulnya zat anti penyakit tertentu pada orang-orang tersebut (Achmadi, 2006). Imunisasi dapat disimpulkan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalamtubuh bayi atau anak.Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. Yang dimaksud dengan imunisasi dasar lengkap adalah pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3x DPT3x, polio 4x dan campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun (Depkes RI, 2005). B. Tujuan Pemberian Imunisasi Tujuan pemberian imunisasi adalah yaitu (1) mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (2) memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu Polio, Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus, TBC dan Hepatitis B. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan maksud menurunkan kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Achmadi, 2006). C. Manfaat Imunisasi Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh (1) anak, yaitu mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kemandulan, (2) keluarga, dengan menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan bila anak sakit, hal ini akan mendorong penyiapan keluarga yang terencana agar sehat dan berkualitas, dan (3) negara, dengan memperbaiki tingkat kesehatan maka akan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa (Achmadi, 2006). D. Syarat-syarat Imunisasi Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaaan yang tidak boleh memperoleh imunisasi yaitu: anak sakit keras, keadaan fisik lemah, dalam masa tunas suatu penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan sediaan kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin hidup) karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak (Achmadi, 2006). Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan yaitu: diberikan pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan di lemari es dan belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang tepat untuk diberikan, mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan informasi kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi meliputi manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi. E. Program Imunisasi Upaya imunisasi diselenggrakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling efektif. Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi program pengembangan imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), seperti tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, serta hepatitis B. Dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit polio dan sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous). Hal ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan program eradikasi polio (ERAPO). Penyakit lain yang sudah dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan programnya adalah tetanus maternal dan neonatal serta campak (Depkes RI, 2005). F. Macam-macam Imunisasi Macam-macam imunisasi dasar yang diwajibkan di Indonesia menurut Prayogo et al. (2009) yaitu: 1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin) Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin hidup yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis 0,05 ml pada insertio muskulus deltoideus. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi antara lain: a. Reaksi lokal: 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut yang disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka bila akan diulang dan bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji Mantoux (tuberkulin). b. Reaksi regional: pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah: a. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat. b. Limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan. 2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus) Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasn yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara sub cutan dalam. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan dosis 0,5 ml. DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi sebagai berikut : a. Demam tinggi (lebih dari 40,5C) b. Kejang c. Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarga) d. Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon) Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak mempunyai riwayat kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah DT, yang hanya dapat diperoleh di Puskesmas (kombinasi toksoid difteria dan tetanus (DT) yang mengandung 10–12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis). 1-2 hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tulang tungkai yang bersangkutan. 3. Imunisasi Polio Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Terdapat 2 macam vaksin polio: a) IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan b) OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Kontraindikasi pemberian vaksin polio : a. Diare b. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid) c. Kehamilan Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai tingkat yang tertinggi. 4. Imunisasi Campak Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subcutan sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah campak, dan ada bayi yang belum berusia 9 bulan, maka imunisasi campak boleh diberikan. Kontra indikasi pemberian vaksin campak adalah sebagai berikut: a. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38Celcius b. Gangguan system kekebalan c. Pemakaian obat imunosupresan d. Alergi terhadap protein telur e. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin f. Wanita hamil Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang). 5. Imunisasi HB (Hepatitis B) Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB I dan 4 minggu kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam dengan dosis 0,5 ml. Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar–benar pulih. Efek samping dari vaksin HB adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. (Prayogo et al., 2009) Imunisasi Tambahan Selain 5 imunisasi yang diwajibkan pemerintah seperti yang telah diuraikan di atas, ada beberapa imunisasi tambahan lain yang dianjurkan yaitu: 1. Imunisasi MMR Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebabkan pembengkakan otak atau gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP). Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin: a) Komponen campak: 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua. b) Komponen gondongan: Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR. c) Komponen campak Jerman: Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang-timbul). Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi. Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius. Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada: • anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin • anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin • anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan. • wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil. 2. Imunisasi Hib Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan. 3. Imunisasi Varisella Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas. Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu. Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius. Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup. Efek samping dari vaksin varisella yaitu berupa: • demam • nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan • ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan. • kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan • pneumonia • reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi. Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada: • Wanita hamil atau wanita menyusui • Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan • Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut • Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS) • Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid • Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya • Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin. 4. Imunisasi HBV Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha. Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil. Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. 5. Imunisasi Pneumokokus Konjugata Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah). Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus. (Prayogo et al., 2009) G. Jadwal Pemberian Imunisasi Prayogo et al. (2009) menyebutkan bahwa imunisasi yang diharuskan di Indonesia adalah imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin), hepatitits B, DPT (difteri, pertusis, dan tetanus), polio dan campak. Kegiatan imunisasi rutin terhadap bayi adalah pemberian imunisasi BCG sebanyak 1 kali, DPT sebanyak 3 kali, polio sebanyak 4 kali, hepatitis B sebanyak 3 kali dan campak sebanyak 1 kali (Depkes RI, 2005). Imunisasi dasar rutin terhadap bayi dilaksanakan berdasarkan jadwal berikut: (Kepmenkes RI, 2004) Jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2011 adalah sebagai berikut: H. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis B (Depkes RI, 2005). 1. Tuberkulosis Penyakita TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang Penyebab infeksi adalah kompleks mycobacterium tuberculosis. Kompleks ini termasuk Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium africanum terutama berasal dari manusia dan Mycobacterium bovis yang berasal dari sapi. Mulai masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberculosis positif kira-kira 2-10 minggu. Resiko menjadi TB Paru dan TB ekstra pulmoner progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup (Depkes RI, 2005). Umumnya manusia berperan sebagai reservoir, jarang sekali primata, dibeberapa daerah terjadi infeksi yang menyerang ternak, seperti sapi, babi dan mamalia lain. Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TBC dalam percikan ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB paru dan TN laring pada waktu mereka batuk,bersin, atau pada waktu bernyanyi. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Pajanan jangka waktu lama dalam lingkungan keluarga menyebabkan resiko terinfeksi sebesar 30%. Bila terjadi koinfeksi dengan HIV resiko pertahun 2-7% dan resiko kumulatif sebesar 60-80%. Pemberian imunisasi BCG terhadap mereka yang tidak terinfeksi TB (tes tuberculin negative) lebih dari 90% akan memberikan hasil tes tuberculin positif (Depkes RI, 2005). 2. Difteri Penyebab penyakit adalah Corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis, atau intermedius. Masa inkubasi biasanya 2-5 hari. Terkadang lebih lama. Reservoir penyakit adalah manusia. Cara penularan melalui kontak dengan penderita atau carrier. Jarang sekali penularan melalui peralatan yang tercemar oleh dicharge dari lesi penderita difteri. Susu yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan. Masa penularan beragam, tetapi menular sampai tidak ditemukan lagi bakteri dari discharge dan lesi, biasanya berlangsung 2 minggu atau kurang, bahkan kadangkala dapat lebih dari 4 minggu. Pengidap kronis dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan. Penyakit ini muncul terutama pada bulan-bulan dimana temperature lebih dingin di Negara sub tropis dan terutama menyerang anak-anak berumur dibawah 15 tahun yang belum diimunisasi. Cara pemberantasan yang efektif adalah dengan memberikan imunisasi pada waktu bayi dengan yang mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid, seperti DPT (Depkes RI, 2005). 3. Pertusis Penyebab penyakit adalah Bordetella pertusis, basil pertusis. Masa inkubasi penyakit ini umumnya 7-20 hari. Reservoir penyakit ini adalah manusia, yang dianggap sebagai satu-satunya hospes. Cara penularan melalui kontak langsung dengan discharge selaput lendir saluran pernafasan dari orang yang terinfeksi lewat udara, kemungkinan juga penularan melalui percikan ludah. Seringkali penyakit dibawa pulang oleh anggota saudara yang lebih tua atau orang tua penderita. Penyakit ini sangat menular pada stadium kataral awal sebelum paroxysmal. Selanjutnya tingkat penularan secara bertahap menurun dan dapat diabaikan dalam waktu 3 minggu untuk kontak bukan serumah, walaupun batuk spasmodic dalam waktu 3 minggu untuk kontak bukan serumah, walaupun batuk spasmodic yang disertai “whoop” masih tetap ada (Depkes RI, 2005). Distribusi penyakit, penyakit endemis yang sering menyerang anak-anak (khususnya usia dini) tersebar diseluruh dunia, tidak tergantung etnis, cuaca ataupun lokasi geografis. Terjadinya penurunan yang nyata dari angka kesakitan pertusis selama empat dekade terakhir, terutama pada masyarakat dimana program imunisasi berjalan dengan baik serta tersedia pelayanan kesehatan yang cukup dan gizi yang baik. Cara pencegahan dilakukan dengan pemberian imunisasi mulai usia dua bulan dan mengikuti jadwal pemberian imunisasi yang dianjurkan. Imunisasi dasar untuk mencegah infeksi bordetella pertusis yang direkomendasikan adalah tiga dosis vaksin yang mengandung suspense bakteri yang telah dimatikan, biasanya dikombinasikan dengan diptheria dan tetanus toxoid yang diserap dalam aluminium vaksin absorbs diphtheria dan tetanus toxoid dan pertussis (DPT) (Depkes RI, 2005). 4. Tetanus Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil tetanus yang hidup secara anaerobic pada luka. Ciri khas dari tetanus adalah kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher, diikuti dengan otot-otot seluruh badan. Gejala pertama yang muncul, yang mengarahkan kita untuk memikirkan tetanus pada anak usia lebih tua dan orang dewasa, adalah jika ditemukan adanya kaku otot pada abdomen. Posisi yang khas pada penderita tetanus yang mengalami kejang adalah terjadinya opisthotowus dan ekspresi wajah yang disebut dengan risus sardonicus. CFR berkisar 10%-90%, paling tinggi pada bayi dibandingkan dengan penderita yang lebih dewasa. Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri,kedalaman dan letak luka. Rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umunya makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. Reservoir dari basil tetanus adalah usus kuda dan hewan lainnya, termasuk manusia dimana kuman tersebut berbahaya bagi hospes dan merupakan flora normal dalam usus, tanah atau benda-benda yang dapat terkontaminasi dengn tinja hewan atau manusia dapat juga berperan sebagai reservoir (Depkes RI, 2005). Penularan terjadi apabila spora tetanus masuk kedalam tubuh, biasanya melalui luka tusuk yang tercemar dengan tanah, debu jalanan, atau tinja hewan atau manusia. Spora dapat juga masuk melaui luka bakar atau luka lain yang sepele, atau peralatan yang tercemar. Tetanus kadangkala sebagai gejala ikutan pasca pembedahan, termasuk setelah sikumsisi. Tidak ada penularan langsung dari manusia kepada manusia. Cara penularan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus roxoid bersama-sama diphtheria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Depkes RI, 2005). 5. Poliomielitis Penyakit polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2, dan 3. Semua tipe dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebahagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparen infection) terutama anak-anak. Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui rute orofekal; virus lebih mudah dideteksi dari tinja dalam waktu panjang dibandingkan dari secret tenggorokan. Di daerah dengan sanitasi lingkungan yang lebih baik penularan lebih sering terjadi melalui secret faring daripada melalui rute orofekal (Depkes RI, 2005). Cara pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang sangat efektif memproduksi antibody terhadap virus polio. Satu dosis OPV menimbulkan kekebalan terhadap ke 3 tipe virus polio pada sekitar 50% penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% peneriman vaksin akan terlindung dari ancaman poliomyelitis, diperkirakan seumur hidup. Dosis ke 4 akan meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OPV. Disamping itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara penyebaran sekunder. Hal ini dapat memutus rantai penularan penyakit polio (Depkes RI, 2005). 6. Campak Penyakit campak disebabkan oleh virus campak, anggota genus morbilivirus dari family paramyxoviridae, yang merupakan penyakit virus akut yang sangat menular. Gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik). Tanda khas bercak kemerahan di kulit timbul pada hari ketiga sampai hari ketujuh, dimulai didaerah muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan. Sering timbul lekopenia. Komplikasi dapat terjadi sabagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri, antara lain berupa otitis media, pneumonia, laryngotracheobronchitis (croup), diare dan ensefalitis (Depkes RI, 2005). Masa inkubasi berlangsung sekitar 10 hari, tapi bisa antara 7-18 hari dari terpajan sampai gejala demam, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih lama dari 19-21 hari. Reservoir adalah manusia. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodoermal (biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbulnya ruam; minimak setelah hari kedua timbulnya ruam. Penularan dapat melalui udara berupa droplet infection, kontak langsung melalui secret hidung atau tenggorokan dari orang-orang yang terinfeksi, tetapi agak jarang melalui benda-benda yang terkena secret hidung atau secret tenggorokan (Depkes RI, 2005). Pencegahan terhadap penyakit cmpak dilakukan dengan pemberian imunisasi campak dengan menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang dilemahkan. Sekitar 5-15% orang setelah diimunisasi menunjukkan gejala kelesuan da demam mencapai 39,4’C. Gejala ini muncul antara 5-12 hari setelah diimunisasi, biasanya akan berakhir setelah 1-2 hari, namun tidak begitu menggangu (Depkes RI, 2005). 7. Hepatitis B Penyebab penyakit adalah virus hepatitis B (HBV), termasuk kepadnavirus,berukuran 42-nm double stranded DNA virus terdiri dari nucleocapsid core (HBcAg) berukuran 27 mm, dikelilingi oleh lapisan lipoprotein dibagian luarnya yang berisi antigen permukaan (HBSAg). Masa inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa mendeteksi HBsAg dalam darah, dan pernah dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian. Manusia berperan sebagai reservoir, simpanse juga orang utan juga rentan terhadap infeksi (Depkes RI, 2005). Cara penularan HBV secara horinzontal yang paling sering terjadi melalu kontak seksual atau kontak ramah tangga dengan seseorang yang tertular penularan secara vertical melalui perinatal terjadi dari ibu kepada bayinya. Bagian tubuh yang memungkinkan terjadinya penularan HBV adalah darah dan produk darah, air ludah, cairan amaiotik, semen, cairan vagina, cairan bagian tubuh lainnya yang berisi darah, organ tubuh dan jaringan tubuh yang terlepas (Depkes RI, 2005). Strategi pencegahan hepatitis B antara lain dengan melakukan uji saring terhadap ibu hamil untuk menemukan HBsAg an memberikan Hb-Ig dan imunisasi hepatitis B pasa bayi yag lahir dari ibu dengan HBsAg positif, memberikan imunisasi hepatitis B rutin terhadap semua bayi. Kekebalan terhadap HBV dipercaya akan akan bertahan lebih dari 10 tahun setelah pemberian imunisasi lengkap (Depkes RI, 2005). I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Banyak faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi, antara lain: 1. Motivasi Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat didalam diri manusia, yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan secara sadar dan tidak sadar membuat orang berperilaku untuk mencapai tujuan yang sesuai kebutuhannya. Diharapkan dengan motivasi yang besar untuk melengkapi imunisasi dasar bagi bayinya, segala penyakit dapat dicegah sedini mungkin dan kesehatan bayi dapat terpenuhi (Budioro, 2002). 2. Letak Geografis Daerah yang tersedia sarana transportasi berbeda dengan mereka yang hidup terpencil. Kemudahan tempat yang strategis dan sarana transportasi yang lengkap akan mempercepat pelayanan kesehatan (Budioro, 2002). 3. Lingkungan Lingkungan adalah segala objek baik berupa benda hidup atau tidak hidup yang ada disekitar dimana orang berada. Dalam hal ini lingkungan sangat berperan dalam kepatuhan untuk melengkapi imunisasi dimana apabila lingkungan mendukung secara otomatis ibu akan patuh untuk melengkapi imunisasi pada anaknya (Budioro, 2002). 4. Sosial Ekonomi Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Keadaan ekonomi keluarga yang baik diharapkan mampu mencukupi dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan untuk keluarga, sehingga seseorang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi akan berbeda dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mengusahakan terpenuhinya imunisasi yang lengkap bagi bayi (Budioro, 2002; Notoatmodjo, 2003). 5. Pengalaman Stress adalah salah satu bentuk trauma, merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu. Pengalaman merupakan salah satu faktor dalam diri manusia yang sangat menentukan terhadap penerimaan rangsang pada proses persepsi berlangsung. Orang yang mempunyai pengalaman akan selalu lebih pandai dalam menyikapi segala hal dari pada mereka yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman (Notoatmodjo, 2003). 6. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan suatu prasarana dalam hal pelayanan kesehatan. Apabila fasilitas baik akan mempengaruhi tingkat kesehatan yang ada, ini terbukti seseorang yang memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik maka akan mempunyai taraf kesehatan yang tinggi (Notoatmodjo, 2003). 7. Pengetahuan Pengetahuan merupakan seluruh kemampuan individu untuk berfikir secara terarah dan efektif, sehingga orang yang mempunyai pengetahuan tinggi akan mudah menyerap informasi, saran dan nasihat (Budioro, 2002; Notoatmodjo, 2003). 8. Pendidikan Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya melibatkan tingkah laku individu maupun kelompok. Inti kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah terbentuknya seperangkat tingkah laku, kegiatan dan aktivitas. Dengan belajar baik secara formal maupun informal, manusia akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh seseorang akan mengetahui manfaat dari saran atau nasihat sehingga akan termotivasi untuk meningkatkan status kesehatan. Pendidikan yang tinggi terutama ibu akan memberikan gambaran akan pentingnya menjaga kesehatan terutama bagi bayinya (Notoatmodjo, 2003).

Kamis, 28 Juli 2011

LAPORAN PRAKTIKUM KESANGGUPAN KARDIOVASKULAR

A. JUDUL PRAKTIKUM
Kesanggupan Kardiovaskular

B. HARI DAN TANGGAL PRAKTIKUM
Hari, tanggal : Jumat, 15 April 2011
Waktu : 15.30-18.15 WIB

C. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui kesanggupan kardiovaskular seseorang.

D. DASAR TEORI
Tekanan darah pada pembuluh darah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor dasar yang mempengaruhinya adalah cardiac output, total tahanan perifer pembuluh darah di arteriola, volume darah, dan viskositas darah. Dengan faktor tersebut, tubuh kita melakukan kontol agar tekanan darah menjadi normal dan stabil. Pengaturan pembuluh darah yang bekerja dalam mengontrol tekanan darah yaitu pengaturan lokal, saraf dan hormonal.
Kontrol lokal (intrinsik) adalah perubahan-perubahan di dalam suatu jaringan yang mengubah jari-jari pembuluh, sehingga alirah darah ke jaringan tersebut berubah melalui efek terhadap otot polos arteriol jaringan. Kontrol lokal sangat penting bagi otot rangka dan jantung, yaitu jaringan-jaringan yang aktivitas metabolik dan kebutuhan akan pasokan darahnya sangat bervariasi, dan bagi otak, yang aktivitas metabolik keseluruhannya dan kebutuhan akan pasokan darah tetap konstan. Pengaruh-pengaruh lokal dapat bersifat kimiawi atau fisik (Andrajati, Retnosari dkk., 2008).
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh sirkulasi darah pada dinding pembuluh darah, dan merupakan salah satu tanda-tanda vital utama. Pada setiap detak jantung, tekanan darah bervariasi antara tekanan maksimum (sistolik) dan minimum (diastolik). Tekanan darah dikarenakan oleh pemompaan jantung dan resistensi pembuluh darah, berkurang sebagai sirkulasi darah menjauh dari jantung melalui arteri. Tekanan darah memiliki penurunan terbesar dalam arteri kecil dan arteriol, dan terus menurun ketika bergerak melalui darah kapiler dan kembali ke jantung melalui pembuluh darah. Gravitasi, katup dalam pembuluh darah, dan memompa dari rangka kontraksi otot, adalah beberapa pengaruh lain pada tekanan darah di berbagai tempat di dalam tubuh. Tekanan darah dinilai dalam dua hal, sebuah tekanan tinggi sistolik yang menandakan kontraksi maksimal jantung dan tekanan rendah diastolik atau tekanan istirahat (Anonim, 2008).
Kontraksi atrium ikut mendorong darah ke dalam ventrikel, tetapi sekitar 70% pengisian ventrikel terjadi secara pasif selama diastolik. Kontraksi otot atrium yang melingkari orifisium vena kava superior dan inferior dan vena pulmonaris mempersempit lubang orifisium tersebut, dan kelembaman darah di dalamnya, tetapi selama sistolik atrium terjadi sedikit regurgitasi darah ke dalam vena (Muttaqin Arif, 2009).
Sistolik Ventrikel
Permulaan sistolik ventrikel ditandai dengan menutupnya katup mitralis dan trikuspidalis. Otot ventrikel pada mulanya hanya sedikit memendek, tetapi tekanan intraventrikel meningkat secara tajam sewaktu miokardium menekan darah di dalam ventrikel. Periode kontraksi ventrikel isovolumetrik (isovolumik, isometrik) ini berlangsung selama 0,05 detik, sampai tekanan di ventrikel kanan dan kiri melebihi tekanan di aorta (80 mmHg; 10,6 kPa) dan arteri pulmonaris (10 mmHg) dan katup aorta dan pulmonaris terbuka. Selama kontraksi isovolumetrik, katup AV menonjol ke dalam atrium, menyebabkan peningkatan tekanan atrium yang kecil tetapi tajam. Saat katup aorta dan pulmonalis terbuka, dimulailah fase penyemprotan ventrikel (ejeksi ventrikel). Penyemprotan mula-mula berlangsung cepat, kemudian melambat seiring dengan kemajuan sistolik. Tekanan intraventrikel meningkat sampai maksimum dan kemudian sedikit menurun sebelum sistolik ventrikel berakhir. Tekanan ventrikel kiri puncak adalah sekitar 120 mmHg, dan tekanan ventrikel kanan puncak adalah sekitar 125 mmHg atau lebih kecil. Pada akhir sisolik, tekanan aorta sebenarnya adalah melebihi tekanan ventrikel, tetapi untuk jangka waktu yang singkat momentum tetap mendorong darah. Katup AV tertarik ke bawah oleh kontraksi otot ventrikel, dan tekanan atrium turun. Saat istirahat, jumlah darah yang disemprotkan oleh setiap ventrikel per denyut adalah 70-90 mL. Volume ventrikel diastolik akhir adalah sekitar 130 mL. Dengan demikian, sekitar 50 mL darah tetap berada di setiap ventrikel pada akhir sistolik (volume ventrikel sistolik-akhir), dan fraksi semprotan (ejection fraction), persen volume ventrikel diastolik-akhir yang disemprotkan setiap kali denyutan, adalah sekitar 60 %. Fraksi semprotan merupakan indeks fungsi ventrikel yang bermanfaat. Besaran ini dapat diukur dengan menyuntikan sel darah merah berlabel radionuklida, melakukan pencitraan jumlah darah jantung pada akhir diastolik dan akhir sistolik (angiokardiografi radionuklida seimbang), dan kemudian menghitung fraksi semprotan.
Diastolik
Tekanan ventrikel yang sudah turun semakin cepat turun. Ini adalah periode protodiastolik setelah otot ventrikel berkontraksi penuh. Periode ini berlangsung sekitar 0,04 detik. Periode ini berakhir saat momentum darah yang disemprotkan dikalahkan dan katup aorta dan pulmonalis menutup sehingga timbul getaran di darah dan dinding pembuluh darah. Setelah katup menutup, tekanan terus turun dengan cepat selama periode relaksasi ventrikel isovolumetrik. Relaksasi isovolumetrik berakhir saat tekanan ventrikel turun di bawah tekanan atrium dan katup AV membuka dan ventrikel terisi. Mula-mula pengisian ventrikel berlangsung cepat, kemudian melambat sewaktu kontraksi jantung berikutnya mendekat. Tekanan atrium tetap meningkat setelah akhir sistolik ventrikel sampai katup AV membuka, dan kemudian turun dan secara perlahan kembali meningkat sampai sistolik atrium berikutnya.
Katup mitralis dan trikuspidalis antara atrium dan ventrikel terbuka pada akhir diastol, sedangkan katup aorta dan pulmonalis tertutup. Darah mengalir ke dalam jantung sepanjang diastolik, mengisi atrium dan ventrikel. Kecepatan pengisian berkurang seiring dengan mengembangnya ventrikel, dan terutama saat kecepatan denyut jantung lambat, daun katup atrioventrikel (AV) bergeser ke arah posisi tertutup. Tekanan di ventrikel tetap rendah (Muttaqin Arif, 2009).
Tes Harvard adalah salah satu jenis tes stress jantung untuk mendeteksi dan atau mendiagnosa kelainan serta ketahanan kardivaskular. Tes ini juga salah satu ukuran yang bagus bagi kebugaran dan kemampuan untuk pulih dari olahraga berat. Semakin cepat jantung kembali normal maka semakin bugar tubuhnya. Tes ini menghitung kemampuan untuk berolahraga secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama tanpa lelah. Subjek (orang yang melakukan tes) melangkah naik dan turun pada papan setinggi 45 cm yang kemudian dihitung denyut nadinya (Vanus, 2006).
Interpretasi hasil tes Harvard adalah sebagai berikut :
a. Cara lambat
Rumus :
Lama naik turun ( detik ) x 100
Indeks =
2 x jumlah ketiga harga denyut nadi tiapa 30”
Indeks Interpretasi
<55 Kesanggupan kurang 55-56 Kesanggupan sedang 65-79 Kesanggupan cukup 80-89 Kesanggupan baik >90 Kesanggupan amat baik

b. Cara cepat
Rumus :
Lama naik turun (detik ) x 100
Indeks =
5,5 x harga denyut nadi 30” pertama


Indeks Interpretasi
<50 Kesanggupan kurang 50-80 Kesanggupan sedang >80 Kesanggupan baik

E. ALAT DAN BAHAN
1. Spygmomanometer
2. Pengukur Waktu
3. Bangku Harvard setinggi 19 inchi (1 inchi = 2,54 cm)
4. Metronom (frekuensi 2x ayunan per detik)
5. Probandus ( M. Saepul Hidayat )

F. CARA KERJA
1. Metronom diatur sehingga memberikan irama 120x/menit.
2. Probandus berdiri menghadap bangku Harvard dengan sikap tenang. Metronom mulai dijalankan.
3. Salah satu kaki (yang kanan ataupun yang kiri) probandus ditempatkan di atas bangku tepat pada detikan pertama metronom.
4. Pada detikan kedua, kaki lainnya dinaikkan ke atas bangku, sehingga probandus berdiri tegak di atas bangku.
5. Pada detikan ketiga, kaki yang pertama naik ke atas diturunkan.
6. Pada detikan keempat, kaki yang masih di atas bangku diturunkan pula, sehingga probandus berdiri di depan bangku.
7. Segera setelah itu probandus disuruh duduk dan denyut nadinya dihitung selama 30 detik sebanyak tiga kali pada : 1’-1’30’’, 2’-2’30”, dan dari 3’-3’30”.

G. HASIL PRAKTIKUM


H. PEMBAHASAN
Tes Harvard dalam praktikum fisiologi ini dilakukan dengan memilih salah satu anggota kelompok sebagai probandus, yaitu M. Saiful Hidayat. Tes ini dilakukan selama 5 menit (300 detik). Metronom dalam tes Harvard ini berfungsi untuk menyamakan kaki yang naik turun dari bangku Harvard. Setelah 5 menit naik turun bangku Harvard, maka probandus disuruh duduk dan dibiarkan istirahat selama 1 menit. Setelah itu probandus dihitung jumlah denyut nadinya selama 30 detik. Hasilnya adalah 65 kali denyutan. Selang 30 detik kemudian, denyut nadi probandus kembali dihitung selama 30 detik pula dan hasilnya adalah 57 kali denyut nadi. Kemudian dilakukan cara yang sama sekali lagi dan hasilnya adlah 49 kali denyut nadi. Hasil denyut nadi per 30 detik yang telah diperoleh kita hitung dengan rumus cara cepat dan cara lambat untuk mengetahui kesanggupan tubuh (kardiovaskular) probandus. Hasil penghitungan dengan cara lambat diperoleh hasil 87,7, sedangkan dengan cara cepat yaitu 83,9. Kemudian ineks ini kita cocokkan dengan tabel interpretasi hasil. Maka dapat diketahui bahwa kesanggupan kardiovaskular probandus adalah baik.
Orang yang suka berolahraga lebih mampu beradaptasi dalam tea Harvard ini sehingga jumlah denyut nadi setelah tes Harvard pun tidak akan berubah atau berbeda terlalu banyak dengan jumlah nadi sebelum tes Harvard. Olahraga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fungsional individu dan menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung yang diperlukan pada tingkatan latihan fisik, baik pada orang sehat maupun orang sakit. Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskular yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurang aktif ke organ yang aktif. Peningkatan curah jantung dilakukan dengan meningkatkan isi sekuncup dan denyut jantung.
Tes Harvard yang telah kita lakukan dapat digunakan untuk menentukan indeks kesanggupan badan seseorang dalam melakukan aktivitas otot. Indeks kesanggupan badan seseorang, dapat ditentukan melalui perhitungan cara lambat dan cepat, dapat diketahui bahwa indeks kesanggupan badan sangat bergantung dari lamanya probandus mampu terus menerus naik-turun bangku dan frekuensi denyut nadinya segera setelah ia melakukan aktivitas tersebut. Semakin lama probandus mampu bertahan naik-turun bangku dan semakin cepat frekuensi denyut nadinya pulih ke frekuensi normal, maka semakin baik pula kesanggupannya. Kesanggupan badan seseorang dinyatakan dengan Indeks Kesanggupan Badan (IKB) yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan cara lambat dan cepat. Semakin besar nilai dari IKB seseorang maka kesanggupan badannya semakin baik (Andrajati, Retnosari dkk., 2008).
Probandus diminta untuk melakukan aktivitas fisik dalam percobaan kesanggupan kardiovaskular, yaitu dengan naik turun bangku Harvard yang bertujuan untuk melihat perbedaan tekanan darah dan denyut nadi atau perubahan sistem kardiovaskuler sebelum dan setelah beraktivitas. Percobaan ini, dimulai dengan mengukur tekanan dan denyut nadi probandus. Namun, pada percobaan yang kami lakukan, tidak dilakukan pengukuran tekanan darah terlebih dahulu. Sebaiknya, pengukuran tekanan darah perlu dilakukan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan orang yang bertekanan darah tinggi tidak dapat melakukan percobaan ini. Seseorang yang mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi, aktivitas jantungnya sudah cukup tinggi dari orang normal sehingga pembuluh darahnya akan mengalami vasokontriksi dan mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. Jika percobaan ini dilakukan, maka tekanan darah pada orang yang hipertensi akan lebih meningkat lagi walaupun peningkatannya tidak signifikan. Akan tetapi, hal ini akan beresiko yaitu pecahnya pembuluh darah bahkan gagal jantung (Doohan, 2000).
Tes Harvard memiliki kelebihan dan kekurangannya, yaitu :
a. Kelebihan dari tes Harvard:
• Peralatan yang minim
• Mudah untuk diakukan
• Dapat dilakukan sendiri-sendiri
b. Kekurangan dari tes Harvard:
• Tingkat stress yang tinggi
• Tidak boleh untuk anak-anak
• Dipengaruhi oleh variasi maksimum detak jantung (HR)
• Hanya 60% hingga 80% korelasi dengan VO 2 max tes (Vanus, 2006).
Faktor yang dapat mempengaruhi kesanggupan kardiovaskuler seseorang antara lain adalah beban kerja yang diberikan, kapasitas kerja dan frekuensi naik turun Harvard. Pengaliran darah ke seluruh tubuh ketika beraktivitas, akan menyebabkan pembuluh darah disekitar otot mengalami vasodilatasi (lebih besar) agar darah lebih banyak dialirkan. Vasodilatasi ini akan berlanjut pada penurunan tahanan perifer. Selain itu peningkatan kardiak output juga dipengaruhi oleh peningkatan aliran balik vena akibat dari meningkatnya tonus otot karena pergerakan fisik dan penurunan tekanan intratorak. Penurunan tekanan intratorak merupakan akibat dari reaksi tubuh yaitu inspirasi yang dalam pemenuhan kebutuhan O2 untuk menghasilkan energi. Udara mengalir dari atmosfir ke paru-paru juga karena tekanan di atmosfir lebih tinggi dibandingkan tekanan intratorak. Karenan penurunan tekanan ini maka tekanan pada vena pada bagian ekstremitas bawah akan lebih tinggi sehingga akan meningkatkan aliran darah ke jantung.
Peningkatan kardiak output juga dipengaruhi oleh saraf otonom yang akan merangsang saraf simpatis sehingga denyut nadi meningkat. Perlu diketahui bahwa perangsangan saraf simpatis akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pada bagian tubuh yang lain kecuali pada pembuluh di disekitar otot yang telah diuraikan sebelumnya. Berhubungan dengan kardiak output, dapat dijelasan pula bahwa seorang atlit dan orang biasa memilki kardiak output yang sama. Akan tetapi, yang membedakan adalah pada kualitas volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan jantung setiap kontraksi). Setiap kali jantung berkontraksi akan menghasilkan darah yang lebih banyak dibandingkan orang biasa. Sehingga untuk menghasilkan kardiak output yang sama dengan atlit, jantung orang biasa akan lebih banyak berkontraksi. Seperti yang kita ketahui kardiak output didapatkan dari pengalian denyut jantung dengan volume sekuncup. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa kontraksi jantung pada atlit lebih sedikit tetapi karena volume sekuncup lebih banyak sehingga bisa menyamai kardiak output dari orang biasa yang jantungnya lebih banyak berkontraksi, tetapi volume sekuncupnya lebih sedikit. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa tekanan darah atlit lebih rendah dibanding yang biasanya (kontraksi jantung lebih sedikit) (Doohan ,2000).
Praktikum fisiologi kali ini juga dibahas mengenai tekanan darah. Bab ini lebih banyak dibahas tentang materinya, sedangkan hanya 2 orang saja yang melakukan praktik pengukuran tekanan darah namun pengukuran ini tidak menghasilkan data. Hali ini dikarenakan praktikan masih belum mengerti dan mengetahui bagaimana cara menentukan tekanan darah seseorang.
Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kanan, kecuali pada lengan tersebut terdapat cedera. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa. Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring (Anonim, 2008).
Dalam sirkulasi sistemik, tekanan darah tertinggi terletak pada arteri dan terendah di pembuluh darah kecil. Tekanan darah tertinggi di arteri dan jatuh terus seperti darah mengalir melalui sistem sirkulasi. Penurunan tekanan terjadi karena energi yang hilang akibat hambatan dari pembuluh darah. Resistensi terhadap aliran darah juga berasal dari gesekan antara sel-sel darah.
Peningkatan tekanan yang cepat terjadi saat ventrikel kiri mendorong darah ke aorta dapat ditinggalkan sebagai denyut nadi, atau tekanan gelombang, diteruskan melalui arteri berisi cairan dari sistem kardiovaskular. Gelombang tekanan sekitar 10 kali lebih cepat dari darah itu sendiri.
Tekanan darah meningkat karena:
• Jenis kelamin pasien
• Latihan fisik
• Makan
• Stimulan (zat-zat yang mempercepat fungsi tubuh)
• Stress emosional seperti marah, takut, dan aktivitas seksual
• Kondisi penyakit seperti arteriosklorosis (penebalan arteri)
• Faktor hereditas
• Nyeri
• Obesitas
• Usia
• Kondisi pembuluh darah
Tekanan darah menurun karena:
• Puasa (tidak makan)
• Istirahat
• Depresan (obat-obatan yang menghambat fungsi tubuh)
• Kehilangan berat badan
• Emosi (seperti berduka)
• Kondisi abnormal seperti hemoragi (kehilangan darah) atau syok 6
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembacaan tekanan darah, yaitu:
• Usia
• Tidur
• Berat badan
• Emosi
• Hereditas
• Jenis kelamin
• Viskositas darah
• Kondisi pembuluh darah (Anonim, 2008).
Tekanan darh seseorang harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya doronh yang cukup. Jika tekanan ini terlalu rendah, maka dikhawatirkan aliran darh tidak akan sampai ke seluruh anggota tubuh sehingga akan menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak kebagian darah. Hal ini tentu saja akan sangat berbahaya karena bagian tersebut tidak akan mendapatkan nutrisi. Sedangkan jika tekanan darh terlalu tinggi maka ini pun berbahaya karena akan menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh, bahkan riptur pembuluh halus. Tekanan darah erteri merupakan hasil perkalian curah jantung dan resistensi vascular perifer. Takanan darh seseorang secara langsung dipengaruhi oleh volume darah pada sirkulasi sistemik.
Tekanan darah arteri rata-rata dipengaruhi oleh curah jantung/cardiac output (CO) dan total peripheral resistance (TPR). Kardiak output ini dipengaruhi oleh SV (volume sekuncup) dan HR (denyut jantung). Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh jantung, khususnya oleh ventrikel selama satu menit. Satuannya dalam dm3 min-1 (1 dm3 sebanding dengan 1000 cm3 atau 1 liter). Variasi produksi curah jantung dapat disebabkan oleh perubahan dari denyut jantung dan volume sekuncup. Denyut jantung terutama dikontrol oleh persarafan jantung, rangsangan simpatis meningkatkan denyut jantung dan perangsangan parasimpatis menurunkannya. Volume sekuncup juga tetap pada bagian yang dipersarafi, perangsangan simpatis membuat serabut otot jantung berkontraksi dengan kuat ketika diberikan perangsangan yang lama dan parasimpatis akan member rangsangan balik (bertolak belakang). Ketika kekuatan kontraksi naik tanpa peningkatan serabut yang lama, maka darah banyak yang tertinggal di dalam ventrikel, dan peningkatan fase ejeksi dan akhir dari fase sistol yaitu volume darah dalam ventrikel berkurang (Ganong, 2001).
Total volume darah dalam sistem peredaran darah dari rata-rata orang adalah sekitar 5 liter (5000 mL). Menurut perhitungan, seluruh volume darah dalam system peredaran darah akan dipompa oleh jantung setiap menit (di istirahat). Latihan (aktivitas fisik) dapat meningkatkan output jantung hingga 7 kali lipat (35 liter / menit).
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa setiap kontraksi dari ventrikel kiri dan diukur dalam ml/kontraksi. SV yaitu darah yang disemprotkan ventrikel 1 kali sistol, sementara HR (Hard Rate) adalah denyut jantung dalam 1 menit. SV ditentukan oleh aliran balik vena, yaitu darah yang masuk melalui vena cava superior dan inferior. Aliran balik vena ini ditentuka oleh 5 faktor, yaitu katup vena, volume darah, pompa respirasi, efek penghisapan jantung, dan pompa otot rangka. Katup vena ini berfungsi untuk mencegah darh yang telah naik tidak balik lagi. Pada vena inferior, kemampuan vena berkontraksi beda dengan arteri, vena dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Sedangakn volume darah dipengaruhi oleh banyaknya cairan yang kita minum. Pompa respirasi akan meningkatkan aliran balik vena karena adanya perbedaan tekanan. Sementara efek penghisapan jantung akan menyebabkan dilatasi secara cepat jantung menjadi negative, dan akhirnya darah masuk. Pompa otot rangka ini terutama yang ada di membri inferior. Otot rangka berada di samping pembuluh darah dan akan menjepit vena-vena sehingga aliran darah akan didorong ke atas.
Volume sekuncup meningkat sebanding dengan aktivitas fisik. Pada keadaan normal (tidak dalam aktivitas lebih) setiap orang memilki volume sekuncup rata-rata 50-70ml/kontraksi dan dapat meningkat menjadi 110-130ml/kontraksi scara intensif, ketika melakukanaktivitas fisik. Pada atlet dalam keadaan istirahat memiliki stroke volume rata-rata 90-110 ml/ kontraksi dan meningkat setara dengan 150-220ml/kontraksi.
Sistem pembuluh darah bisa membawa darah kembali ke jaringan yang membutuhkan dengan cepat dan berjalan pada daerah yang hanya membutuhkan oksigen. Pada keadaan istirahat 15-20% suplai darah di sirkulasi pada otot skelet. Selama melakukan aktivitas fisik, ini bisa meningkat menjadi 80-85% dari curah jantung. Darah akan dialirkan dari organ besar seperti ginjal, hati, perut, dan usus. Ini akan meneruskan aliran ke kulit untuk memproduksi panas.
Arus darah dari jantung ke jaringan tubuh bervariasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing jaringan baik dalam keadaanistirahat maupun pada kerja fisik. Jumlah absolut darah yang ke otak selalu tetap/konstan, ke otot dan jantung jumlah darah akan meningkat sesuai dengan bertambahnya beban kerja sedangkan yang ke ginjal, lambung dan usus akan berkurang pada beban kerja yang meningkat. Peningkatan arus darah ke otot yang aktif merupakan kerja persarafan vasodilator dan peningkatan metabolisme yang menimbulkan penurunan pH atau peningkatan derajat keasaman dan pada tingkat lokal akan terlihat lebih banyak kapiler dan arteriol yang membuka. Faktor lain yang berperan dalam pengaturan arus darah adalah siklus jantung. Telah diketahui bahwa dengan bertambahnya beban kerja, akan terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung dan hal ini mengakibatkan lebih singkatnya waktu yang digunakan untuk satu siklus jantung termasuk fase diastole. Sedangkan pengisian pembuluh darah koroner yang terbanyak adalah padafase diastole. Dengan berkurangnya fase diastole maka arus darah koroner juga akan berkurang.
Dalam keadaan istirahat, sistol tipikal individu (normal) adalah 110-140 mmHg dan 60-90 mmHg untuk tekanan darah diastol. Selama aktivitas fisik tekanan sistol, tekanan selama kontraksi jantung (disebut sistol) bisa meningkat sampai 200 mmHg dan maksimum pada 250 mmHg yang bisa terjadi pada atlet. Tekanan diastolrelaif tidak berubah secara signifikan ketika melakukan latihan intensif. Faktanya kenaikannya lebih dari 15 mmHg sehingga latihan intensif bisa mengidentifikasi penyakit jantung koroner dan digunakan sebagai penilaian untuk tes toleransi latihan.
Tekanan darah selama kerja fisik memperlihatkan hubungan antara keseimbangan peningkatan curah jantung dan penurunan tahanan perifer dengan adanya vasodilatasi pada pembuluh darah otot yang bekerja. Terlihat bahwa tekanan sistolik akan meningkat secara progresif sedangkan pada tekanan diastolik tetap atau sedikit menurun (Anonim, 2008).
Berbagai penelitian sekarang ini telah menunjukkan bahwa orang yang mempertahankan kebugaran tubuh yang sesuai, menggunakan beragam latihan secara bijaksana dan melakukan pengaturan berat badan, memilkiki keuntungan tambahan, yaitu hidup lebih panjang. Khususnya antara usia 50-70 tahun, penelitian telah membuktikan bahwa kematian menjadi berkurang tiga kali lipat pada orang yang bugar daripada orang yang tidak bugar.
Kebugaran dapat memperpanjang kehidupan karena dua alasan. Pertama, kebugaran tubuh dan pengaturan berat badan sangat mengurangi penyakit kardiovaskular. Hal ini disebabkan oleh : (1) pengaturan tekanan darah yang cukup rendah dan (2) pengurangan kolesterol darah dan lipoprotein densitas rendah bersamaan dengan peningkatan lipoprotein densitas tinggi. Perubahan-perubahan ini semua bekerja sama mengurangi jumlah serangan jantung dan stroke otak.
Kedua, dan mungkin yang sama pentingnya orang sehat secara atletik memiliki cadangan kebugaran jasmani yang lebih banyak bila ia sedang sakit. Sebagai contoh, orang yang berusia 80 tahun, yang tidak bugar mengkin memilki sistem pernapasan yang membatasi pengantaran oksigen ke jaringan tubuh tidak lebih dari 1L/menit. Hal ini berarti bahwa cadangan pernapasan tidak lebih dari tiga sampai empat kali lipat. Namun, seorang yang berusia tua yang secara atletik bugar mungkin memiliki cadangan dua kali lipat. Keadaan ini khususnya penting dalam mempertahankan kehidupan bila orang yang tua tersebut menderita penyakit seperti pneumonia yang dapat dengan cepat memakai semua cadangan pernapasan yang ada. Selain itu, kemampuan untuk meningkatkan curah jantung pada waktu dibutuhkan sering lebih dari 50 persen pada orang tua yang bugar daripada yang tidak bugar (Guyton, 2007).

I. APLIKASI KLINIS
1. Syok
Gambaran Umum
Syok (renjatan) adalah suatu sindrom yang padanya masih banyak terdapat kontroversi dan kesimpangsiuran. Sebagiam kesulitan terletak pada penggunaaan istilah secara longgar oleh ahli ilmu faal dan dokter serta oleh orang awam. Misalnya syok listrik dan syok spinal tidak memiliki kaitan dengan keadaan yang ditimbulkan oleh pendarahan dan kelainan kardiovaskuler terkait. Syok dalam pengertian terbatas sebagai sebagai “syok sirkulasi” tetap merupakan kesatuan yang berbeda-beda tetapi memiliki gambaran umum tertentu. Namun, gambaran yang terdapat pada semua kesatuan adalah perfungsi jaringan yang tidak adekuat disertai curah jantung yang tidak adekuat baik secara relative maupun absolute. Curah jantung mungkin tidak adekuat karena jumlah cairan dalam system vaskuler tidak cukup untuk mengisinya (syok hipovolemik). Selain itu, curah jantung inadekuat secara relatif karena ukuran system vaskuler membesar akibat vasodilatasi walaupun volume darah normal (syok distributif, vasogenik, atau resistensi rendah) syok juga dapat disebabkan karena kerja pompa jantung yang tidak adekuat akibat sumbatan aliran darah di paru atau jantung (syok obstruktif).
Jenis-jenis Syok
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik disebut jua “syok dingin”. Syok ini ditandai oleh hipotensi; denyut yang cepat dan halus; kulit yang pucat,dingin dan lembab; rasa haus yang hebat; pernapasan yang cepat; dan gelisah atau sebaliknya diam. Namun tidak ada satupun temuan ini yang selalu muncul. Hipotensi dapat bersifat relatif. Misalnya pasien hipertensi yang biasa tekanan darahnya 240/140, mungkin mengalami syok berat apabila tekanan darahnya 120/90.
Syok hipovolemik sering dibagi menjadi kategori-kategori berdasarkan penyebabnya. Penggunaan istilah seperti syok hemoragik, syok traumatic, syok bedah, serta syok luka bakar member manfaat karena walaupun terdapat kesamaan diantara bentuk syok ini, terdapat pula sifat-sifat penting yang khas untuk tiap-tiap bentuk.
Syok Hemoragik berguna untuk memikirkan pengaruh pendarahan secara lebih rinci, karena memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk utama syok hipovolemik dan berbagai reaksi kompensatorik yang bekerja untuk mempertahankan CES. Penurunan volume darah akibat pendarahan menyebabkan alir balik vena menurun dan curah jantung berkurang. Kecepatan denyut jantung meningkat, dan pada pendarahan hebat, selalu terjadi penurunan tekanan darah. Pada pendarahan sedang (5-15 mL/kg berat badan) tekanan nadi berkurang, tetapi tekanan arteri rerata mungkin normal. Perubahan tekanan darah bervariasi dari orang ke orang, walaupun jumlah darah yang hilang sama. Kulit menjadi pucat dan dingin serta mungkin memperlihatkan warna keabu-abuan karena stasis di kapiler dan adanya sedikit sianosis. Respirasi yang cepat dan pada pasien yang kesadarannya utuh, haus hebat adalah gejala yang menonjol.
Pada syok hipovolemik dan syok bentuk lain, peruse jaringan yang tidak adekuat menyebabkan peningkatan glikolisis anaerob, disertai pembentukan asam laktat dalam jumlah besar. Pada kasus yang parah, kadar laktat darah meningkat dari nilai normal sekitar 1mmol/L menjadi 9 mmol/L atau lebih. Asidosis laktat yang terjadi menekan miokardium, menurunkan responsivitas vascular perifer terhadap katekolamin, dan dapat cukup berat untuk menyebabkan koma.
2. Syok Kardiogenik
Syok ini terjadi apabila fungsi pompa jantung rusak sampai pada titik aliran darah ke jaringan tidak memenuhi kebutuhan jaringan. Paling banyak hal itu karena infark luas pada ventrikel kiri, tetapi hal itu dapat juga disebabkan oleh penyakit lain yang sangat membahayakan fungsi jantung. Gejala adalah gejala syok ditambah kongesti paru dan visera akibat kegagalna jantung untuk memompa semua darah vena yang dating padanya. Karena itu, kelainan ini kadang-kadang disebut “syok kongesti”. Insidens syok ini pada pasien infark miokardium adalah sekitar 10%, dan mempunyai mortalitas 60-90%.
3. Syok Obstruktif
Syok ini disebabkan oleh pneumotoraks tekanan, disertai kekusutan vena-vena besar atau pendarahan ke dalam perikardium disertai tekanan eksternal pada jantung (tamponade jantung), intervensi bedah yang cepat diperlukan untuk mencegah kematian.
4. Syok Distributif
Syok ini terjadi apabila volume darah normal tetapi kapasitas sirkulasi meningkat akibat vasodilatasi mencolok. Kelainan ini juga disebut sebagai “syok hangat” karena kulit tidak dingin dan lembab, seperti pada hipovolemik. Salah satu contoh adalah syok anafilaktik, suatu reaksi alergi berat yang timbul cepat yang kadang-kadang timbul sewaktu seseorang yang pernah tersensitisasi terhadap suatu antigen terpajan ulang antigen tersebut. Reaksi antigen-antibodi yang terjadi menyebabkan pelepasan histamin dalm jumlah besar, menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler dan dilatasi luas arteriol dan kapiler.
Bentuk syok distributif lain yang sering dijumpai adalah syok septik. Selain itu, toksin bakteri menyebabkan vasodilatasi. Sepsis juga menekan miokardium dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga plasma bocor ke dalam jaringan dan volume darah turun. Akibatnya, syok septik bersifat kardiogenik dan hipovolemik sekaligus distributif.
Pada pasien demam, syok mungkin menjadi lebih parah karena adanya pelebaran pembuluh kulit. Ini akan meningkatkan perbedaan antara kapasitas sistem vaskular dan volume darah yang ada dalam sirkulasi.
Bakteri gram negatif yang sering menimbulkan syok septik mengeluarkan endotoksin, lipopolisakarida dinding sel organisme. Endotoksin ini menyebabkan makrofag meningkatkan pembentukan sitokinnya. Antibody terhadap sitokin-sitokin tersebut atau bagian molekul endotoksin mungkin berguna dalam menangani syok, tetapi hasilnya dalam percobaan luas klinik mengecewakan. Glukokortikoid bermanfaat pada hewan tetapi tidak pada manusia.
Jenis syok distributive ketiga adalah syok neirogenik, yaitu timbulnya aktivitas otonom mendadak yang menyebabkan vasodilatasi dan tertimbunnya darah dalam vena. Contohnya adalah pingsan sebagai respons terhadap emosi yang berlebihan, misalnya rasa duka atau ketakutan hebat.
Pengobatan Syok
Pengobatan syok harus bertujuan untuk memperbaiki penyebab dan membantu mekanisme kompensatorik fisiologik untuk memulihkan perfusi jaringan yang adekuat. Pada syok hemoragik, traumatik, dan bedah, misalnya, penyebab primer syok adalah hilangnya darah, dan pengobatan harus mencakup transfusi darah utuh kompatibel secara dini, cepat, dan dalam jumlah yang cukup. Saline hanya member manfaat temporer. Tujuan volume segera adalah memperbaiki volume darah sirkulasi yang adekuat, dank arena saline terdistribusi dalam CES, maka hanya 25% dari jumlah yang diberikan tetap berada dalam sistem vaskuler. Pada syok luka bakar dan kelainan lain dimana terjadi hemokonsentrasi, maka plasma adalah pengobatan pilihan untuk memperbaiki kelainan yang mendasar yaitu hilangnya plasma. “Plasma ekspanders” larutan gula dengan berat molekul tinggi serta bahan terkait lain yang tidak melintasi dinding kapiler, juga bermanfaat. Albumin serum manusia pekat dan larutan hipertonik lain menyebabkan bertambahnya volume darah dengan menarik ke luar cairan dari interstisium. Cairan-cairan ini bermanfaat sebagai pengobatan darurat tetapi memiliki kerugian yang menyebabkan dehidrasi jaringan lebih lanjut pada pasien yang sudah mengalami dehidrasi.
Syok anafilaktik oleh epinefrin memiliki efek yang sangat berguna dan hampir spesifik, yang menimbulkan lebih dari sekedar konstriksi pembuluh yang melebar. Pada semua jenis syok, pemulihan tekanan arteri yang adekuat penting untuk mempertahankan aliran darah kroner. Obat-obat vasopresor, misalnya norepinefrin bermanfaat untuk tujuan ini, tetapi penggunaanya harus dihentikan sesegera mungkin.
2. Gagal Jantung
Patogenesis
Peningkatan beban dihasilkan oleh infark miokardium karena penurunan dalam otot jantung yang hidup seperti halnya pada berbagai macam proses penyakit. Semua mengaktifkan berbagai gen jantung. Respon awal terhadap peningkatan beban jantung adalah hopertrofi miosit jantung, dengan sedikit apabila ada hyperplasia karena miosit mempunyai kapasitas sangat terbatas untuk bertambah. Hipertrofi disertai dilatasi jantung dan pada beberapa kasus pengubahan bentuk ventrikel sebagai respon terhadap distorsi yang dihasilkan oleh proses penyakit. Pada awalnya respon ini suatu kompensasi, tetapi akhirnya sebagai penyebab perjalanan penyakit, jantung gagal mengeluarkan jumlah darah yang cukup dan menangani semua darah yang kembali ke jantung. Dua proses yang dibedakan : (1) disfungsi sistolik, yaitu kontraksi ventrikel melemah dan isi sekuncup berkurang ; (2) disfungsi diastolik, yaitu elastisitas ventrikel berkurang, menghalangi pengisian jantung selama diastol. Disfungsi sistolik menyebabkan peningaktan volume akhir sistolik ventrikel, sehingga fraksi ejeksi sistolik fraksi darah di dalam ventrikel yang diejeksi selama sistolik turun 65% sampai 20% dari nilai normal.
Gagal jantung dapat melibatkan terutama ventrikel kanan (kor pulmonale) tetapi lebih sering melibatkan ventrikel kiri yang menjadi lebih besar dan lebih tebal. Selanjutnya penurunan curah jantung lebih relatif daripada absolute. Bila terjadi fistula besar arteriovena pada tirotoksikosis dan defisiensi tiamin, curah jantung mungkin meningkat dalam arti istilah absolut. Namun apabila tidak cukup dalam arti relatif terhadap kebutuhan jaringan, tetapi gagal jantung (kegagalan tinggi curah jantung).
Manifestasi
Manifestasi gagal jantung berkisar dari kematian tiba-tiba (misalnya pada fibrilasi ventrikel atau emboli udara), melalui syok kardiogenik, sampai gagal jantung kongestif bergantung pada derajat ketidakcukupan kecepatan perkembangan yang terjadi. Tanda dan gejala utama gagal kongesti termasuk pembesaran jantung. Istilah “gagal depan” dan “gagal belakang” kadang-kadang dipergunakan untuk menunjukkan manofestasi yang ditimbulkan utamanya akibat disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik. Istilah-istilah ini menyesatkan karena seluruhnya terjadi bersama-sama dan tidak karena gangguan yang terpisah. Tetapi ini berguna dalam memahami gagal jantung. Maanifestasi termasuk edema, terutama pada bagian tubuh; pemanjangan waktu sirkulasi; pembesaran hati (hepatomegali); sesak napas dan kekurangan napas (dispnea); dan distensi vena leher. Sesak napas pada kerja adalah gejala yang menonjol. Pada kasus lanjut, sering ditemui sesak napas yang dipicu ketika berbaring dan menjadi ringan ketika dududk (orthopnea). Sesak napas dapat paroksismal dan kadang-kadang berlanjut menjadi edema paru.
Pasien dengan penyakit jantung lanjut yang umumnya mempunyai gagal jantung kadang-kadang menghasilakn pulsus alternans, suatu kondisi yang menarik, yaitu isi sekuncup berkurang pada tiap denyut jantung kedua. Sebagai hasil, tekanan puncak sistolik berkurang pada tiap denyut jantung kedua. Penyebab kondisi ini masih belum diketahui.
Pengobatan
Pengobatan gagal jantung kongestif ditujukan untuk memperbaiki kontraktilitas jantung, mengobati gejala, dan menurunkan beban terhadap jantung. Akhir-akhir ini pengobatan paling efektif yang dipergunakan secara umum adalah menghambat produksi angiostensin II dengan penghambat enzim pengubah angiostensin. Menghalangi efek angiostensin II pada AT1 reseptor dengan antagonis bukan peptide juga berguna. Pengobatan ini mengurangi kadar aldosteron dalam sirkulasi dan menurunkan tekanan darah. Efek aldosteron dapat lebih lanjut dikurangi dengan penggunaan penghalang reseptor aldosteron, dan hal itu telah memperlihatkan harapan besar dalam percobaan akhir-akhir ini. Pengurangan tonus vena dengan nitrat atau hidralazin meningkatkan kapasitas vena sehingga jumlah darh yang kembali ke jantung berkurang, mengurangu preload. Diuretic mengurangi cairan overload. Obat yang menghalangi reseptor telah memperlihatkan penurunan mortalitas dan morbiditas. Derivat digitalis, seperti digoksin secara klasik telah dipergunakan untuk mengobati gagal kongestif karena kemampuannya meningkatkan Ca2+ intraselular dank arena itu mengembangkan efek inotrofik positif, tetapi obat itu sekarang digunakan dalam peran sekunder untuk mengobati disfungsi sistolik dan memperlambat frekuensi denyut ventrikel pada pasien dengan fibrilasi ventrikel.
3. Hipertensi
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.
Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi dijuluki pembunuh diam-diam atau silent killer. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke. Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para penderitanya.
Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi (high case fatality rate) juga berdampak kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para penderita. Perlu pula diingat hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup.
Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena Hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita Hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki orang tua penderita Hipertensi.
Diagnosis
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi Hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tsb disebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun).
Gejala
Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.
Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
- Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
- Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Berdasarkan faktor pemicu, hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi. Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
Pencegahan
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko Hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.
Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini.
Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
• Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
• Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
• Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
• Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
• Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
• Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
• Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.


4. Hipotensi
Hipotensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang turun dibawah angka normal, yaitu mencapai nilai rendah 90/60 mmHg. Telah dijelaskan pada artikel sebelumnya (Penyakit darah tinggi) bahwa nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Namun demikian, beberapa orang mungkin memiliki nilai tekanan darah (tensi) berkisar 110/90 mmHg atau bahkan 100/80 mmHg akan tetapi mereka tidak/belum atau jarang menampakkan beberapa keluhan berarti, sehingga hal itu dirasakan biasa saja dalam aktivitas kesehariannya. Apabila kondisi itu terus berlanjut, didukung dengan beberapa faktor yang memungkinkan memicu menurunnya tekanan darah yang signifikan seperti keringat dan berkemih banyak namun kurang minum, kurang tidur atau kurang istirahat (lelah dengan aktivitas berlebihan) serta haid dengan perdarahan berlebihan (abnormal) maka tekanan darah akan mencapai ambang rendah (hipotensi) 90/60 mmHg.
Tanda dan Gejala Tekanan Darah Rendah
Seseorang yang mengalami tekanan darah rendah umumnya akan mengeluhkan keadaan sering pusing, sering menguap, penglihatan terkadang dirasakan kurang jelas (kunang-kunang) terutama sehabis duduk lama lalu berjalan, keringat dingin, merasa cepat lelah tak bertenaga,|bahkan mengalami pingsan yang berulang. Pada pemeriksaan secara umum detak/denyut nadi teraba lemah, penderita tampak pucat, hal ini disebabkan suplai darah yang tidak maksimum keseluruh jaringan tubuh.
Penyebab Penyakit Darah Rendah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa terjadinya penurunan tensi darah, hal ini dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Kurangnya pemompaan darah dari jantung. Semakin banyak darah yang dipompa dari jantung setiap menitnya (cardiac output, curah jantung), semakin tinggi tekanan darah. Seseorang yang memiliki kelainan/penyakit jantung yang mengakibatkan irama jantung abnormal, kerusakan atau kelainan fungsi otot jantung, penyakit katup jantung maka berdampak pada berkurangnya pemompaan darah (curah jantung) keseluruh organ tubuh.
2. Volume (jumlah) darah berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan yang hebat (luka sobek,haid berlebihan/abnormal), diare yang tak cepat teratasi, keringat berlebihan, buang air kecil atau berkemih berlebihan.
3. Kapasitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah (dilatasi) menyebabkan menurunnya tekanan darah, hal ini biasanya sebagai dampak dari syok septik, pemaparan oleh panas, diare, obat-obat vasodilator (nitrat, penghambat kalsium, penghambat ACE).
Penanganan dan Pengobatan Darah Rendah
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi tekanan darah rendah (hipotensi), diantaranya :
- Minum air putih dalam jumlah yang cukup banyak antara 8 hingga 10 gelas per hari, sesekali minum kopi agar memacu peningkatan degup jantung sehingga tekanan darah akan meningkat.
- Mengkonsumsi makanan yang cukup mengandung kadar garam
- Berolah raga teratur seperti berjalan pagi selama 30 menit, minimal 3x seminggu dapat membantu mengurangi timbulnya gejala
- Pada wanita dianjurkan untuk mengenakan stocking yang elastis
- Pemberian obat-obatan (meningkatkan darah) hanya dilakukan apabila gejala hipotensi yang dirasakan benar-benar mengganggu aktivitas keseharian, selain itu dokter hanya akan memberikan vitamin (suport/placebo) serta beberapa saran yang dapat dilakukan bagi penderita.

Dalam kasus Hipotensi yang benar-benar diperlukan pemberian obat, biasanya ada beberapa jenis obat yang biasa dipakai seperti fludrocortisone, midodrine, pyridostigmine, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), caffeine dan erythropoietin.

5. Stroke
Stroke adalah keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sel-sel otak harus selalu mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup agar tetap hidup dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Oksigen dan nutrisi ini dibawa oleh darah yang mengalir di dalam pembuluh-pembuluh darah yang menuju sel-sel otak. Apabila karena sesuatu hal aliran darah atau aliran pasokan oksigen dan nutrisi ini terhambat selama beberapa menit saja, maka dapat terjadi stroke. Penghambatan aliran oksigen ke sel-sel otak selama 3 atau 4 menit saja sudah mulai menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Makin lama penghambatan ini terjadi, efeknya akan makin parah dan makin sukar dipulihkan. Sehingga tindakan yang cepat dalam mengantisipasi dan mengatasi serangan stroke sangat menentukan kesembuhan dan pemulihan kesehatan penderita stroke.
Stroke yang berhubungan dengan kesanggupan kardiovaskuler adalah stroke haemorrhagic. Stroke Hemorrhagic meliputi pendarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Stroke haemorrhagic , yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga terjadi perdarahan di otak. Haemorrhagic stroke umumnya terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Hampir 70 persen kasus haemorrhagic stroke terjadi pada penderita hipertensi (tekanan darah tinggi). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor emosional.
Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Penyebab stroke haemorrhagic yaitu :
1) Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri.
2) Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).
3) Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) :
- Trombosis sinus dura
- Diseksi arteri karotis atau vertebralis
- Vaskulitis sistem saraf pusat
- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
- Migran
- Kondisi hyperkoagulasi
- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
- Miksoma atrium.
Patofisiologi
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2 terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :
1. Breathing (Pernapasan)
- Usahakan jalan napas lancar.
- Lakukan penghisapan lendir jika sesak.
- Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.
- Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.
2. Blood (Tekanan Darah)
- Usahakan otak mendapat cukup darah.
- Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.
3. Brain (Fungsi otak)
- Atasi kejang yang timbul.
- Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.
4. Bladder (Kandung Kemih)
- Pasang katheter bila terjadi retensi urine
5. Bowel (Pencernaan)
- Defekasi supaya lancar.
- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.
b. Menurunkan kerusakan sistemik.
Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.
c. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini, mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan. Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid.
Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih merupakan kontroversial.
d. Terapi Farmakologi
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan dapat menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah peristiwa trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi seperti pada halnya heparin.
e. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral.
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan (Ganong, 2001).

J. KESIMPULAN
Kesanggupan badan seseorang dapat dinyatakan dengan Indeks Kesanggupan Badan (IKB). Semakin besar nilai IKB, semakin baik kesanggupan badan seseorang. Kesanggupan kardiovaskular dapat diketahui dari tes Harvard. Kesanggupan kardiovaskular dapat dikatakan baik jika memiliki indeks kesanggupan kardiovaskular 80 ke atas.






















DAFTAR PUSTAKA

Andrajati, Retnosari dkk. 2008. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Departemen Farmasi FMIPA UI : Depok.
Anonim. 2008, Tekanan Darah. (http://www.sport-fitness-advisor.com, diakses pada tanggal 3 mei 2011).
Doohan, James. 2000. The Cardiovascular System and Exercise. (http://www.biosbcc.net/doohan/sample/index.htm diakses tanggal 3 Mei 2011).
Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
Guyton and Hall. 2007. Textbook Of Medical Phyciology XI Edition EGC : . Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Salemba Medika : Jakarta.
Vanus, Fitness. 2006. Harvard Step Test. (http://www.fitnessvenues.com/style.css , diakses pada tanggal 3 Mei 2011).
Zaicong, Li. 2000. Basic Theory Of Traditional Chinese Medicine. Lujiang Press : China.

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROKARDIOGRAM (EKG)

JUDUL PRAKTIKUM
Elektrokardiogram (EKG)

WAKTU PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Jumat, 13 Mei 2011

TUJUAN
Mampu menjelaskan pemeriksaan EKG
Mampu melakukan pemeriksaan EKG
Mampu menganalisa hasil pemeriksaan

DASAR TEORI
Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu grafik yang dihasilkan oleh suatu elektrokardiograf. Alat ini merekam aktivitas listrik jantung pada waktu tertentu (saat pemeriksaan). Secara harafiah didefinisikan : “elektro” = berkaitan dengan elektronika, dan “kardio” = berasal dari bahasa Yunani yang artinya jantung, kemudian “gram”, berarti tulis / menulis. Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik yang penting. Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung, namun dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunya kontraktilitas jantung (Dharma, 2010).
Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan kecepatan 25 mm/s, meskipun kecepatan yang di atas daripada itu sering digunakan. Setiap kotak kecil kertas EKG berukuran 1 mm². Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s (40 ms). 5 kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms). Karena itu, ada 5 kotak besar per detik. 12 sadapan EKG berkualitas diagnostik dikalibrasikan sebesar 10 mm/mV, jadi 1 mm sama dengan 0,1 mV. Sinyal "kalibrasi" harus dimasukkan dalam tiap rekaman. Sinyal standar 1 mV harus menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal, yakni 2 kotak besar di kertas EKG (Sika, 2009).
Banyak kegunaan yang dapa diambil dari penggunaan Elektrokardiogram (EKG) diantaranya, yaitu :
Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung.
EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot jantung akut.
EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (misal hiperkalemia dan hipokalemia).
EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (misal blok cabang berkas kanan dan kiri).
EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres jantung.
EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung (misal emboli paru atau hipotermia).
EKG normal memperlihatkan tiga bentuk gelombang, yaitu :
Gelombang P yang mewakili depolarisai atrium.
Kompleks QRS yang mewakili depolarisai ventrikel.
Gelombang T yang mewakili repolarisasi ventrikel.
Ketika impuls jantung melewati jantung, arus jantung akan menyebar ke dalam jaringan di sekeliling jantung, dan sebagian kecil dari arus jantung ini akan menyebar ke segala arah di seluruh permukaan tubuh. Terdapat potensial listrik di daerah jantung, yang terletak pada kulit yang berlawanan dengan sisi jantung yang terdapat elektroda. Pada daerah elektroda terdapat cairan tubuh (konduktor volume), dimana cairan tersebut merupakan konduktor yang baik untuk aliran listrik sehingga dapat mengalirkan arus yang dapat direkam. Dimana hasil dari perekaman yang didapatkan dari dua denyut jantung yang terekam pada secarik kertas (Anonim, 2010).

ALAT DAN BAHAN
Seperangkat alat EKG
Tissue
Gel
Elektrokardiogram
Probandus

CARA KERJA
Probandus disuruh berbaring dengan bagian dada bebas dari pakaian dan bahan-bahan logam yang dipakai seperti cincin, jam tangan, ikat pinggang, dsb sebaiknya dibuka agar tidak menggangu rekaman.
Cream atau jelly dioleskan pada tempat dimana akan dipasang elektroda untuk mengurangi resistensi.
Keempat elektroda ekstremitas dipasang pada kedua pergelangan tangan dan kedua pergelangan kaki pada bagian medial.
Elektroda tersebut dipasang dengan ketat.
Kabel sadapan dihubungkan pada EKG dan ujung-ujungnya dihubungkan pada elektroda yang sesuai.
Elektroda dipasang pada dada sbb:
V1 : parasternal dextra intercostalis 4 (merah)
V2 : parasternal sinistra intercostalis 4 (kuning)
V3 : pada pertengahan antara V2 dan V4 (hijau)
V4 : pada linea midclavicula kiri intercostralis 5 (coklat)
V5 : pada linea axillaris anterior (hitam)
V6 : pada linea midaxillaris (ungu)
Ujung-ujung kabel sadapan dihubungkan pada elektroda dada yang sesuai.
EKG dihubungkan pada sumber listrik.
Nyalakan alat dan set alat sesuai yang diinginkan dan tunggu sampai hasilnya muncul.
Hal-hal yang diperhatikan saat perekaman, yaitu : Keadaan sekitar pasien , keadaan psikologis pasien, hasil rekaman EKG.
Keempat elektroda ekstremitas dicabut.
Keenam elektroda dada dicabut.
Alat perekam EKG dimatikan.


HASIL
Denyut jantung (RR interval)=1500/(Banyaknya kotak kecil)
=1500/19=78,95
Gelombang P selalu diikuti oleh gelombang QRS.
Gelombang P < 3 amplitudo atau < 3 ml. Akan selalu positif pada lead lateral (lead 1, 3, aVF) dan lead inferior (V1, V2, V3, V4). QRS = depolarisasi ventrikel, interval 0,04-0,1 detik. Gelombang P ke R 0,12-0,2 detik. R1 ke R2 konstan. T repolarisa ventrikel. Interpretasi : Normal PEMBAHASAN Mekanisme impuls saraf Sistem saraf terbentuk dari sel-sel khusus yang disebut neuron atau sel saraf. Neuron menghantarkan pesan dengan sangat cepat melalui serangkaian perubahan listrik yang disebut impuls saraf atau potensial aksi. Neuron menghantarkan impuls saraf karena adanya perubahan beda potensial di dalam dan di luar sel (Guyton, 1990). 1. Jantung (Heart) Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar. Katup pada jantung yaitu: a. AV 1) Trikuspidalis : katup antara atrium dextra dan ventrikel dextra 2) Bikuspidalis : katup antara atrium sinistra dan ventrikel sinistra b. Semilunar 1) Pulmonik 2) Aortik Dilihat dari kerja jantung secara elektrik, organ ini memiliki kemampuan membentuk depolarisasi spontan & potensial aksi sendiri, yaitu sistem penghantar khusus (sel autoritmis). Otomasi : kemampuan menghasilkan impuls secara spontan Ritmis : keteraturan membangkitkan impuls Daya penerus : kemampuan menghantarkan impuls Peka rangsang : kemampuan berespons rangsang 2. Konduksi Jantung Bagian-bagian jantung manusia secara normal berdenyut dengan urutan secara teratur. Kontraksi atrium (sistolik atrium) diikuti oleh kontraksi ventrikel (ventrikel ), dan selama distolik semua empat rongga jantung dalam keadaan relaksasi. Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung dan menyebar melalui sistem ini ke semua bagian miokardium. Struktur yang membentuk sistem penghantar ini adalah simpul sinoatrial (simpul SA), lintasan antar-simpul di atrium, simpul atrioventrikular (simpul AV), berkas His, dan cabang-cabangnya, dan sistem Purkinje. Semua ini mampu menghantar listrik secara spontan, tetapi yang paling cepat adalah simpul SA, ini dikarenakan depolarisasi menyebar dari sini ke bagian lain sebelum mengeluarkan listrik secara spontan. Sehingga simpul SA ini merupakan pacu jantung normal, dimana kecepatannya mengeluarkan listrik dapat membuat frekuensi denyut jantung. Impuls yang dibentuk dalam simpul SA berjalan melalui lintasan atrium ke simpul AV, melalui simpul ini ke berkas His, dan sepanjang cabang-cabang berkas His melalui Purkinje ke otot ventrikel. Pada pengaturan ini memungkinkan impuls berjalan melalui jalur yang pasti ke semua area jantung. Tabel kecepatan penghantaran dalam jaringan jantung: Jaringan Kecepatan Hantar (m/detik) Simpul SA 0,05 Lintasan Atrium 1 Simpul AV 0,05 Berkas His 1 Sistem Purkinje 4 Otot Ventrikal 1 3. Sifat Otot Jantung Jantung berdenyut 70 kali per menit saat istirahat, 100.000 denyut sehari atau 1,825x109 sepanjang hidup selama 50 tahun. Jantung berdenyut terus menerus karena adanya sifat listrik jantung. Potensial aksi otot jantung serupa dengan neuron, akan tetapi terjadi lebih lama. Tidak seperti otot rangka, otot jantug tidak membutuhkan stimulasi sistem saraf untuk berkontraksi. Stimulasi setiap denyut jantung berasal dari jantung itu sendiri dan merupakan stimulasi instristik dengan ritme yang khas yaitu ritme sinus. Karena itu, di luar tubuh, jantung akan tetap berdenyut hingga satu jam atau lebih tanpa adanya stimulus dari luar. 4. Penyebab Eksitasi Jantung Depolarisasi yang dimulai pada simpul SA disebarkan secara radial ke seluruh atrium kemudian semua bertemu di simpul AV. Seluruh depolarisasi atrium berlangsung selama kira-kira 0,1 detik (perlambatan simpul AV) sebelum eksitasi menyebar ke ventrikel. Perlambatan ini diperpendek oleh perangsangan saraf simpatis yang ke jantung dan akan memanjang akibat perangsangan vagus. Dari puncak septum, gelombang depolarisasi menyebar secara cepat di dalam serta penghantar Purkinje ke semua bagian ventrikel dalam waktu 0,08-0,1 detik. Pada manusia, depolarisasi otot ventrikel dimulai pada sisi kiri septum interventikul dan bergerak pertama-tama ke kanan menyeberangi bagian tengah septum. Gelombang depolarisasi menyebar ke bagian bawah septum menuju apeks jantung. Kemudian kembali sepanjang dinding ventrikel ke alur AV, berjalan terus dari permukaan endokardium ke epikardium. Bagian terakhir jantung yang mengalami depolarisasi adalah posterobasak ventrikel kiri, konus pulmonaris dan bagian paling atas septum (Dedy, 2009). EKG Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Namanya terdiri atas sejumlah bagian yang berbeda : elektro, karena berkaitan dengan elektronika, kardio, kata Yunani untuk jantung, gram, sebuah akar Yunani yang berarti "menulis". Cara kerja alat EKG EKG dapat direkam dengan menggunakan elektroda aktif (elektroda eksplorasi) yang dihubungkan dengan elektroda indiferen pada potensial nol (rekaman unipolar) maupun rekaman bipolar. Elekrtokardiogram ini terdiri dari beberapa gelombang, diantaranya : P : disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan sewaktu atrium berdepolarisasi sebelum berkontraksi. QRS : disebabkan oleh potensial listrik yang dibangkitkan sewaktu gelombang ventrikel berdepolarisasi sebelum berkontraksi, yaitu sewaktu gelombang depolarisasi menyebar melewati ventrikel. Sehinga kedua gelombang ini disebut “gelombang depolarisasi”. T : disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan sewaktu ventrikel pulih dari keadaan depolarisasi, proses ini terjadi di dalam otot selama 0,25-0,35 detik sesudah depolarisasi, yang dikenal dengan “gelombang repolarisasi”. U : tidak selalu ditemukan, dikarenakan adanya repolarisasi lambat pada otot papilaris. Jadi, gambaran elektrokardiogram terdiri atas “gelombang depolarisasi” dan “gelombang repolarisasi”. Di dalam arus listrik yang diperolah dari jantung tersebut, terdapat jumlah potensial pada titik segitiga sama sisi dengan sumber arus di pusat adalah “nol” pada setiap waktu. Segitiga dengan jantung pada pusatnya disebut “segitiga Einthoven”. Segitiga ini dapat diperkirakan dengan menempatkan elektroda pada kedua lengan dan tungkai kiri. Dimana ketiga sisinya merupakan sadapan ekstremitas standar, yang dipergunakan pada elektrokardiographi. Bila semua elaktroda tersebut dihubungkan ke ujung bersama, maka akan diperoleh elektroda indiferen yang berada dekat potensial nol. Depolarisasi yang bergerak menuju elektroda aktif dalam konduktor volume menghasilkan defleksi positif, sedangkan depolarisasi yang bergerak ke arah berlawanan menghasilkan defleksi negatif (Anonim, 2010). Menurut perjanjian cara penulisan defleksi ke atas ditulis bila elektroda aktif menjadi relatif positif terhadap elektroda indiferen, dan defleksi ke bawah ditulis bila elektroda aktif menjadi negatif. Pada EKG terdapat pena perekam yang akan menulis elektrokardiogram dengan bantuan lapisan kertas yang berjalan. Pada ujung pena ini disambungkan dengan penampungan tinta, dan akhir bagian perekam dihubungkan dengan sistem elektromagnetik yang kuat yang mampu menggerakkan pena maju dan mundur pada kecepatan yang tinggi. Sewaktu kertas bergerak ke depan, pena akam merekam elektrokardiogram, yang dikendalikan dengan bantuan amplifer elektronik yang sesuai, yangdihubungkan ke elektroda elektrogarafik pada penderita. Ada juga sistem perekam pena lain yang tidak menggunakan tinta dalam jarum perekamnya, tetapi menggunakan kertas khusus. Dimana kertas ini akan menjadi hitam bila terpapar dengan panas, dan jarum itu sendiri dibuat menjadi sangat panas oleh arus listrik yang mengalir melalui ujungnya. EKG pada orang normal mempunyai rangkaian bagian jantung yang mengalami depolarisasi dan posisi jantung relatif terhadap elektroda, yang mana merupakan pertimbangan penting dan menafsirkan konfigurasi gelombang pada tiap sadapan. Atrium terletak posterior dalam rongga dada. Ventrikel membentuk basis dan permukaan anterior jantung, dan ventrikel kanan terletak anterolateral ke kiri. Jadi, suatu VR “melihat ke” rongga ventrikel. Depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel, dan repolarisasi ventrikel bergerak menjauhi elektroda eksplorasi, sehingga gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T semuanya defleksi negatif (ke arah bawah), aVL dan aVF melihat ke ventrikel, dan karena itu defleksi dominan positif atau bifasik. Tidak ada gelombang Q pada V1 danV2, dan bagian awal kompleks QRS adalah defleksi ke atas kecil karena depolarisasi ventrikel mula-mula bergerak melintasi bagian tengah septum dari kiri ke kanan menuju elektroda aksplorasi. Gelombang eksitasi kemudian bergerak menuruni septum dan ke ventrikel kiri menjauhi elektroda menghasilkan gelombang S besar. Akhirnya bergerak kembali sepanjang dinding ventrikel menuju elektroda, menyebabkan kembali ke garis isoelektrik. Sebaliknya, pada sadapan ventrikel kiri (V4-V6) mungkin terdapat awal gelombang Q kecil (depolarisasi septum dan ventrikel kiri) diikuti dengan gelombang S, sedang pada V4 dan V5 (depolarisasi lambat dinding ventrikel bergerak kembali menuju sambung AV). Terdapat variasi dalam posisi jantung normal, dan posisi mempengaruhi konfigurasi kompleks elektrokardiografi pada bagian sadapan. Sadapan-sadapan Elektrokardiograph : Sadapan Bipolar Sadapan ini digunakan sebelum dikembangkan sadapan unipolar. Sadapan ekstrimitas standar, I, II, dan III dimana masing-masing merekam perbedaan potensial antara dua ekstrimitas. Oleh karena arus mengalir hanya dalam cairan tubuh, rekaman yang diperoleh adalah yang akan diperoleh bila elektroda pada titik perlekatan ekstremisitas, tanpa mempedulikan elektroda ditempatkan pada ekstrimitas. Pada sadapan I elektroda dihubungkan sedemikian rupa sehingga defleksi ke atas dicatat ketika lengan kiri menjadi relatif positif terhadap kanan (positif lengan kiri). Pada sadapan II, elektroda pada lengan kanan dan tungkai kiri, dengan tungkai positif, dan pada sadapan III elektroda pada lengan kiri dan tungkai kiri, dengan tungkai positif. Sadapan unipolar (V) atau Sadapan Dada (Sadapan Prekordial) Elektroda pada sadapan ini dihubungkan dengan ujung positif pada elektrokardiograf, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai elektroda indiferen, biasa dihubungkan melalui tahanan listrik ke lengan kanan, lengan kiri, dan tungkai kiri, semuanya pada saat yang sama. Biasanya dari dinding anterior dada dapat direkam enam macam sadapan dada yang standar, elektroda dada dilekatkan secara berurutan pada enam titik seperti dalam diagram. Macam-macam rekaman yang direkam menurut metode seperti yang dikenal seperti V1, V2, V3, V4,V5,dan V6 (Dharma, 2010). Gambar elektrokardiogram normal: sadapan V1 dan V2, rekaman QRS dari jantung yang normal terutama bernilai negatif, sebab elektroda dada pada sadapan-sadapan ini terletak lebih dekat dengan basis jantung daripada aspek jantung, dengan arah penjalaran elektronegatif selama berlangsungnya sebagian besar proses depolarisasi ventrikel. Sebaliknya, kompleks QRS dalam sadapan V4, V5, dan V6 terutama bernilai positif sebab elektroda dada dalam sadapan-sadapan ini terletak lebih dekat dengan bagian aspek, dimana hal ini sesuai arah penjalaran muatan elektropositif selama berlangsungnya sebagian besar proses depolarisasi. Letak V1-V6 secara rinci pada tubuh: V1: Pada ruang antar costa ke empat pada sebelah kanan stenum. V2: Pada ruang antar costa ke empat pada sebelah kiri stenum. V3: Antara V2 dan V4 (V3 dilakukan setelah pelaksaan V4). V4: Di ruang antar costa kelima pada garis medio clavicular. V5: Di left anterior axilarry line setinggi (sejajar) V4. V6: Di left mid axilarry line setinggi (sejajar) V4. Sadapan unipolar dapat juga ditempatkan pada ujung kateter dan dimasukkan ke esofaghus atau jantung. Bentuk sadapan unipolar: aVR : Pada lengan kanan aVL : Pada lengan kiri aVF : Pada tungkai kiri Hal-hal yang dapat diketahui dari pemeriksaan EKG adalah : a. Denyut dan irama jantung b. Posisi jantung di dalam rongga dada. c. Penebalan otot jantung (hipertrofi). d. Kerusakan bagian jantung. e. Gangguan aliran darah di dalam jantung. f. Pola aktifitas listrik jantung yang dapat menyebabkan gangguan irama jantung EKG biasanya dilakukan dalam rangka : a. Pemeriksaan fisik rutin (check up) b. Tes pembebanan jantung c. Penilaian beberapa gejala seperti nyeri dada, napas pendek, pusing, pingsan, atau palpitasi. Bentuk Gelombang dan Interval EKG EKG mempunyai bentuk gelombang khas yang disebut P, QRS, dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium. Gelombang–gelombang ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horisontal dan voltase vertikal. Makna bentuk gelombang dan interval pada EKG adalah sebagai berikut: Gelombang P Sesuai dengan depolarisasi atrium, rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Kriteria gelombang P normal : a. Tidak boleh lebih dari 3 kotak (3mm) b. Amplitudonya 3mm c. Positif pada lead lateral (Lead I,II dan III) dan inferior (V1,V2,V3 dan V4) d. Positif ke atas e. Satu gelombang P selalu diikuti oleh gelombang QRS f. Gelombang P positif jika mendekati sadapan g. Gelombang P negatif jika menjauhi sadapan h. aVR menjauhi gelombang P Pembesaran atrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang berasal dari dekat perbatasan AV dapat menimbulkan inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik. R-R Interval Digunakan untuk menghitung denyut jantung (jumlah denyut per menit). Dapat dihitung dari interval antar denyut R-R dengan membagi jumlah satuan waktu (kotak besar = 0,20 detik) antara 2 gelombang R berurutan dengan 300 atau membagi jumlah satuan kecil (0,04 detik) dengan 1500. Normalnya 60-100 bit/menit Jika >100 : takikardia
< 60 : brakikardia >350 : fibrilasi
Interval PR
Interval ini diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga penghantaran impuls melalui atrium dan hambatan impuls melalui nodus AV. Interval normal adalah 0,12 sampai 0,20 detik. Perpanjangan interval PR yang abnormal menandakan adanya gangguan hantaran impuls, yang disebut bloks jantung tingkat pertama.
Kompleks QRS
Kompleks QRS menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar cukup cepat, normalnya lamanya komplek QRS adalah antara 0,06 dan 0,10 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang disebut sebagai blok berkas cabang (bundle branch block) akan melebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti takikardia juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melalui ventrikel di pintas. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung. Repolasisasi atrium terjadi selama massa depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada elektrokardiografi.
Segmen ST
Interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal repolarisasi ventrikel terjadi selama periode ini, tetapi perubahan ini terlalu lemah dan tidak tertangkap pada EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan peningkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan menurunkan segmen ST.
Gelombang T
Repolarisasi ventrikel akan menghasilkan gelombang T. Dalam keadaan normal gelombang T ini agak asimetris, melengkung dan ke atas pada kebanyakan sadapan. Inversi gelombang T berkaitan dengan iskemia miokardium. Hiperkalemia (peningkatan kadar kalium serum) akan mempertinggi dan mempertajam puncak gelombang T.
Interval QT
Interval ini diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T, meliputi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata – rata adalah 0,36 sampai 0, 44 detik dan bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat – obat antidisritmia seperti kuinidin, prokainamid, sotalol (betapace) dan amiodaron (cordarone) (Sika, 2009).

APLIKASI KLINIS
Aritmia
Gangguan irama jantung (aritmia) merupakan jenis komplikasi yang paling sering terjadi pada infark miokardium di mana insidennya sekitar 90 %. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan ini bermanifestasi dengan perubahan bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik aktifitas listrik sel. Misalnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan depolarisasi spontan, dengan meningkatkan kecepatan denyut jantung. Secara klinis, diagnosis aritmia berdasarkan pada interpretasi elektrokardiogram. Kecepatan denyut jantung normal berkisar antara 60 – 100 denyutan/menit (DPM).
Penyebab / Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh:
Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
Gangguan sirkulasi koroner (arterosklerosis koroner / spasire arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat antiritmia lainnya.
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
Gangguan endokrin (hiperthyroidisme, hypothyroidisme).
Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.
Gangguan tumor jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).
Hambatan pada hantaran (konduksi) aliran rangsang yang disebut Blokade.
Manifestai klinis
Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah.
Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan (Anderson, 1994).
Pengobatan
Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian gangguan tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik. Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah:
Mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control)
Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control).
Mencegah terbentuknya bekuan darah.
Pengobatan aritmia dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :
Obat-obatan. Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena memiliki efek samping. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).
Pace maker atau pacu jantung buatan, sebuah alat elektronik yang diletakkan di bawah kulit dada. Alat ini mengambil alih tugas natural pace maker yang tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Defibrilasi jantung (cardiac defibrillation), syok aelektrik yang dapat digunakan untuk menghentikan irama jantung abnormal dan mengembalikan ke irama yang normal.
Tindakan bedah, sebagai contoh aritmia yang disebakan oleh penyakit jantung koroner dapat dikoreksi dengan bedah bypass surgery. Jika bagian tertentu jantung ditemukan sebagai sumber penyebab aritmia, bagian tersebut dapat dihancurkan atau dilenyapkan.
Cardioversion, suatu alat yang ditempelkan pada dinding dada dan secara cepat dapat mengembalikan keteraturan denyut jantung. Alat ini paling sering digunakan dalam situasi darurat (Price, 2005).

Hipertrofi Jantung
Jenis hipertrofi jantung dan tanda-tandanya kaitannya dengan hasil EKG :
Hipertrofi atrium kiri
Gelombang P yang lebar, tegak, dan bertakik dapat ditemukan pada banyak sadapan bidang frontal dan V4-6. Hal terpenting adalah gelombang P bifasik di mana bagian terminal gelombang P adalah negatif (minimal 1 mm) dan lebar (minimal 0,04 detik).
Hipertrofi atrium kanan
Ditandai dengan gelombang P yang tinggi (lebih dari 2,5 mm) dan runcing di sadapan II, III, dan aVF.
Hipertrofi ventrikel kiri
1. Kriteria tegangan (voltage criteria) hanya dapat digunakan untuk umur > 35 tahun.
RI + SIII > 26 mm.
RaVL > 11 mm.
RV5 / RV6 > 26 mm.
SV1 + RV5 atau RV6 > 35 mm.
2. Depresi ST dan inversi gelombang T pada sadapan tersebut dengan tegangan QRS yang tinggi.
3. Aksis superior QRS pada bidang frontal -30 derajat; hal ini dapat saja ditemukan, tapi tidak terlalu esensial untuk menentukan diagnosis.
4. Perpanjangan ringan sampai sedang interval QRS (0,1-0,12 detik) mungkin dapat terlihat.
Hipertrofi ventrikel kanan
Deviasi aksis ke kanan (right axis deviation, RAD): rata-rata aksis QRS pada bidang frontal lebih dari +110 derajat pada bayi dan anak-anak, dan > +90 derajat pada dewasa > 40 tahun.
Gelombang R tinggi di V1 (dan V2); RV-1 > 5 mm dan rasio R:S di V1 > 1. Hal ini lebih sering terlihat pada anak-anak dan dewasa muda dengan penyakit jantung kongenital atau didapat yang dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan.
Depresi ST dan gelombang T terbalik di V1 -3.
Kebalikan dari B di atas, hipertrofi ventrikel kanan didapat terlambat, seperti kor pulmonal pada dewasa > 60 tahun, biasanya mempunyai karakteristik yaitu gelombang R kecil atau tidak ada di V1 -3 dan EKG mirip dengan keadaan infark miokard anterior.
Penggabungan kriteria untuk hipertrofi atrium kiri atau kanan membantu dalam pengenalan hipertrofi ventrikel kanan.

Iskemia Miokardium
Iskemia miokardium secara khas disertai oleh dua perubahan elektrokardiogram akibat perubahan elektrofisiologi selular, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Elevasi segmen ST dikaitkan dengan sejenis angina yang dikenal dengan nama angina Prinzmetal. Serangan iskemi biasanya mereda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel.
Iskemia miokardium secara klinis ditunjukkan sebagai angina pektoris, dengan perubahan segmen ST sesaat dan reversibel. Lebih umum dimanifestasikan dengan satu dari kriteria di bawah ini:
Depresi segmen ST > 1 mm pada satu atau lebih sadapan.
Depresi segmen ST horizontal atau menurun landai dan mempunyai durasi minimal 0,08 detik.
Penting untuk membedakan keadaan di atas dengan depresi ‘J point’ yang normal. Keadaan ini dimulai 1-3 mm di bawah garis isoelektrik, tetapi segmen ST langsung naik tajam pada arah ke atas.
Kriteria di atas juga digunakan untuk menentukan aktivitas EKG yang positif
Catatan:
Jarang ditemukan EKG pada iskemia miokardium suatu elevasi segmen ST dengan angina spontan atau karena tes latihan. Elevasi segmen ST lebih dari 10 mm dapat saja ditemukan. Gambaran ini menghilang dalam hitungan menit bila nyeri atau latihan dihentikan. Keadaan di atas sering disertai aritmitrikel.
Inversi gelombang T sesaat dapat terlihat selama periode-periode dari iskemia miokardium. Bagaimanapun, pada evaluasi aktivitas EKG, gelombang T dapat berubah sendiri. Bila tidak ditemukan keadaan di atas kriteria gambaran seamen ST- tidak dapat dijamin bahwa interpretasi tes adalah positif.

Infark Miokard
Infark miokard (IM) adalah perkembangan yang cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan yang kritis antara suplai oksigen dan kebutuhan myokardium. Ini biasanya merupakan hasil dari ruptur plak dengan trombus dalam pembuluh darah koroner, mengakibatkan kekurangan suplai darah ke miokardium. Meskipun dengan tanda klinis pada pasien merupakan komponen penting dalam evaluasi secara keseluruhan pada pasien dengan IM, banyak kejadian baik “silent” maupun tidak diketahui secara klinik, membuktikan bahwa, pasien, keluarga, dan tim medis sering tidak mengenal gejala dari IM. Kehadiran “cardiac marker” dalam sirkulasi umumnya mengidentifikasikan nekrosis miokardium dan sangat berguna membantu menegakkan diagnosis. “Cardiac markers” membantu untuk mengklasifikasi IM, yang dipertimbangkan bagian dari acute coronary syndrome yang didalamnya termasuk IM dengan elevasi ST (STEMI), IM tanpa elevasi ST (NSTEMI), dan angina tak stabil. Klasifikasi ini berharga karena pasien dengan ketidaknyamanan iskemik mempunyai/tidak mempunya elevasi segmen ST pada elektrokardiogram. Yang tidak mempunyai elevasi ST dapat didiagnosis dengan NSTEMI atau dengan angina tidak stabil berdasarkan ada tidaknya ezim jantung. Sebagai tambahan, pilihan terapeutic, seperti trombolisis intravena atau percutaneus coronary intervention, sering menjadi dasar klasifikasi ini.
Patofisiologi
Penyebab tersering MI adalah penyempitan dari pembuluh darah epicardial oleh plak atherosclerosis. Plak ruptur yang diikuti pembukaan membran menyebabkan aggregasi platelet, terbentuknya trombus, akumulasi fibrin, hemoragik dalam plak, dan vasospasme dengan tingkat yang bermacam-macam. Hal tersebut dapat menyebabkan penyumbatan sebagian/menyeluruh pada pembuluh darah dan diikuti dengan iskemik miokard. Total penyumbatan dari vaskuler lebih dari 4-6 jam mengakibatkan irreversibel nekrosis miokard, tetapi reperfusi dalam periode ini dapat menyelamatkan miokardium dan mengurangi morbitditas dan mortalitas.
Faktor nonatherosclerotic yang menyebabkan IM termasuk vasospasm koroner yang dapat dilihat dlam variasi angina (Prinzmetal) dan pasien yang menggunakan kokain dab amphetamin; emboli koroner yang berasal dari katup jantung yang terinfeksi; penyumbatan koroner oleh vaskulitis; atau penyebab lainnya yang menyebabkan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan oksigen, seperti anemia akut dari perdarahan GI. IM yang disebabkan oleh trauma dada juga telah dilaporkan, biasanya trauma dada berat pada kecelakaan motor dan kecelakaan olahraga.
Penyebab
Penyebab tersering IM adalah pecahnya (rupture) plak aterosklerosis dalam arteri koronaria yang diikuti spasme atrial dan pembentukan trombus.
Penyebab lainnya:
Coronary artery vasospasme
Hipertrofi ventrikel
Hypoxia
Emboli arteri korornaria
Penggunaan cocaine, amphetamines, and ephedrine
Arteritis
Koronaria yang abnormal, termasuk aneurisma coronary arteries
Faktor resiko pembentukan plak aterosklerosis yaitu umur, jenis kelamin, merokok, hypercholesterolemia dan hypertriglyceridemia, diabetes mellitus, hipertension yang jarang dikontrol, dan riwayat keluarga.
Gejala
Nyeri dada, biasanya pasien merasa tertekan.
Nyeri pada dagu, leher, tangan, punggung, dan epigastrium. Tangan kiri frekuensi lebih banyak.
Dyspnea
Mual, nyeri perut atau keduanya
Anxietas
Kepala terasa ringan yang disertai/tidak disertai sinkop
Batuk
Mual dengan/tanpa muntah
Diaphoresis
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Troponin --> ada
Creatine kinase-MB --> meningkat
Myglobin --> meningkat
Hitung darah lengkap --> ditemukan leukocytosis
C-reaktif protein (CRP) --> meningkat
Erythrocyte sedimentation rate (ESR) --> meningkat
Serum laktat dehidrogenase (LDH) --> meningkat
2. Imaging
X- ray dada
Ekokardiografi
Technetium-99m sestamibi scan
Thallium scanning
Elektrokardiografi

Penatalaksanaan
Jika terjadi nyeri dada: Suplai oksigen dengan tabung oksigen, Aspirin, Nitroglicerin untuk nyeri dada yang aktif melalui sublingua atau dengan spray. Medikasi : Aspirin, Beta-blocker, Morphine sulphate, Nitrates, Trombolisis, ACE Inhibitor, Angiotensin receptor blocker, Calcium chanel blocker.
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal (Price, 2005).
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior




Perikarditis
Perikarditis adalah inflamasi pada pericardium, kantong membrane yang membungkus jantung. Perikarditis mengacu pada inflamasi pada pericardium, kantong membrane yang membungkus jantung. Bisa merupakan penyakit primer, atau dapat terjadi sesuai perjalanan penyakit medis atau bedah. Peradangan menyebabkan cairan dan produk darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih) memenuhi rongga perikardium. Nyeri dada, pericardial friction rub, perubahan EKG, dan efusi pericardial dengan tamponade jantung dan paradoxical pulse merupakan manifestasi utama dari bermacam-macam bentuk dari perikarditis akut.
Gejala
Biasanya perikarditis akut menyebabkan demam dan nyeri dada, yang menjalar ke bahu kiri dan kadang ke lengan kiri.Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal.

Nyeri dada
Nyeri dada merupakan gejala yang selalu ada dalam setiap benuk perikarditis akut. Nyeri pada perikarditits kerapkali berat, pada retrosternal dan precordial kiri, dan menjalar ke punggung dan daerah kiri trapezius. Sering sakitnya merupakan konsekuensi pleuritis yang mengiringi inflamasi pleural. Nyeri dada yang timbul dirasakan menusuk dan diperburuk oleh inspirasi, batuk, dan perubahan dari posisi tubuh, tetapi kadang-kadang menetap, sakit yang menjalar ke lengan atau kedua lengan yang mirip dengan myocardiac iskemia; oleh karena itu, kebingungan dengan acute myocardial infarction (AMI) sering mincul. Secara khusus, bagaimanapun juga nyeri perikardial akan berkurang dengan duduk dengan posisi tubuh ke depan dan semakin buruk dengan berbaring dalam posisi supine.


Pericardial Friction Rub
Merupakan tanda fisik yang paling penting pada perikarditis akut, mencapai 3 komponen setiap siklus jantung. Kadang-kadang diperoleh ketika penekan tetap dengan diafragma stetoskop pada dinding thoraks pada kiri bawah batas sternum. Paling sering didengar selama ekspirasi dalam posisi tegak lurus dengan posisi ke arah depan. Gesekannya sering tidak tetap, dan suaranya akan hilang dalam beberapa jam, dan mungkin kembali pada hari berikutnya.
Pengobatan
Penderita biasanya dirawat di rumah sakit, diberikan obat untuk mengurangi peradangan (misalnya Aspirin atau ibuprofen), kontrol terhadap terjadinya efusi pericardial (jika ada efusi pericardial maka tekanan arteri dan vena , heart rate harus dikontrol dan diperhatikan). Selain itu harus diawasi kemungkinan terjadinya komplikasi (terutama tamponade jantung). Bila nyerinya hebat mungkin perlu diberikan opium (misalnya morfin) atau corticosteroid. Obat yang paling sering digunakan untuk nyeri yang hebat adalah prednisone. Pengobatan lanjutan dari perikarditis akut bervariasi, tergantung kepada penyebabnya.
Penderita kanker mungkin memberikan respon terhadap kemoterapi (obat anti kanker) atau terapi penyinaran; tetapi biasanya penderita menjalani pembedahan untuk mengangkat perikardium. Penderita gagal ginjal mungkin akan memberikan respon terhadap perubahan program dialisa yang dijalaninya. Infeksi bakteri diobati dengan antibiotik dan nanah dari perikardium dibuang melalui
pembedahan. Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka pemakaian obat tersebut segera dihentikan. Aspirin, ibuprofen atau corticosteroid diberikan kepada penderita yang mengalami perikarditis berulang yang disebabkan oleh virus. Pada beberapa kasus diberikancol chic ine. Jika penanganan dengan obat-obatan gagal, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat pericardium (Harun, 2000).
Tanda-tanda perikarditis kaitannya dengan hasil EKG yaitu:
Pertama kali terdapat elevasi segmen ST pada semua sadapan, kecuali aVR, aVL (posisi jantung vertikal), V1, dan V2.
Setelah beberapa hari, segmen ST kembali kepada garis isoelektris dan gelombang T menjadi terbalik.
Aritmia atrium biasa ditemukan.
Tidak ada perubahan pada kompleks QRS dan konduksi intraventrikular (AV) tidak terganggu.
Keadaan perubahan ST-T di atas tidak terjadi pada keadaan perikarditis uremia.

Takikardia Paroksismal
Kelainan dalam setiap bagian jantung, termasuk atrium, sistem Purkinje, dan ventrikel kadang-kadang dapat menyebabkan pencetusan impuls berirama dengan cepat yang menyebar ke semua arah di seluruh jantung karena irama yang cepat dalam fokus peka rangsang tersebut, fokus ini menjadi pemacu jantung.
Takikardia Paroksismal Atrium
Gelombang T yang terbalik timbul sebelum setiap kompleks QRS-T selama serangan denyut jantung yang yang cepat tersebut, meskipun gelombang P ini sebagian tergambar di atas gelombang T normal dari denyut sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa takikardia paroksismal ini terutama berasal dari atrium, tetapi karena gelombang P tersebut abnormal, asalnya tidak dekat dengan simpul S-A. Gejala-gejalanya biasanya berupa serangan berulang, timbul tiba-tiba, berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam, biasanya berhenti tiba2.
Takikardia Paroksismal Ventrikel
Pada elektrokardiogram takikardia paroksismal ventrikel terdapat serangkaian denyut prematur ventrikel yang timbul secara berturut-turut tanpa diselingi denyut normal.
Takikardia paroksismal ventrikel biasanya merupakan suatu keadaan yang serius karena dua alasan. Pertama, jenis takikardia ini biasanya tidak terjadi kecuali bila ada kerusakan yang cukup besar di dalam ventrikel. Kedua, takikardia ventrikel mempredisposisi fibrilasi ventrikel, yang hampir selalu mematikan (Hanafi, 2001).


KESIMPULAN
Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Prinsip utama belajar EKG adalah mengetahui anatomi fisiologi jantung, dan persyarafan jantung. Elektrokardiogram (EKG) tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung, namun dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunya kontraktilitas jantung.
EKG normal memperlihatkan tiga bentuk gelombang, yaitu :
Gelombang P yang mewakili depolarisai atrium.
Kompleks QRS yang mewakili depolarisai ventrikel.
Gelombang T yang mewakili repolarisasi ventrikel.






















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Elektrografi. http://elektrokardiogram(ekg).Biomedical Engineering.html. Diakses tanggal 25 Mei 2011.
Dedy. 2009. Fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah. http://www.sidenreng .com /2009/08/fisiologi-jantung-pembuluh-darah/. Diakses tanggal 20 Mei 2011.
Dharma S. 2010. Pedoman Praktis Interpretasi EKG. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1990. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : FKUI.
Harun, S., 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi 3. Jakarta: FKUI.
Price. S. A. dan Wilson.L.M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Sika. 2009. ECG/EKG (ELEKTROKARDIOGRAM). http://id.shvoong .com / medicine-and-health/pathology/1913505-ecg-ekg-elektrokardiogram/ diakses tanggal 25 Mei 2011.