welcome to stargirlzone

welcome to stargirlzone ^^

Selasa, 26 Juli 2011

elektrolit dalam cairan infus intravena

I. PENDAHULUAN
Cairan tubuh merupakan komponen terbesar dalam tubuh orang dewasa, yang jumlahnya mencapai 60% dari total berat badan yang terdistribusi dalam cairan ekstrasel 24% dan cairan intrasel 36%. Jumlah tersebut sangat bervariasi Shantung pada umur, jenis kelamin, dan jumlah lemak dalam tubuh. Cairan tubuh berfungsi sebagai media untuk transport dan pertukaran nutrisi serta substansi lainnya seperti oksigen, karbon dioksida dan sisa metabolisme dari dalam sel. Cairan tubuh juga berfungsi dalam mengatur temperatur tubuh melalui evaporasi (Lemone dan Burke, 2008). Cairan tubuh merupakan larutan, yaitu campuran homogeny dari dua zat atau lebih (Chang, 2005).
Cairan tubuh terdistribusi ke dalam dua kompartemen yang berbeda yaitu cairan ekstrasel dan cairan intrasel. Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstitial dan cairan intravaskuler. Cairan interstitial yang mengisi ruangan yang berada di antara sel tubuh dan mencapai 30% dari cairan tubuh total. Cairan intravaskuler yang teridri dari plasma dan cairan limfe mencapai 10% dari cairan tubuh total. Cairan intrasel adalah cairan di dalam membrane sel yang berisi substansi terlarut (solut) yang peting untuk keseimbangan cairan elektrolit serta untuk metabolisme. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari total cairan tubuh (Siregar dalam Sudoyo,dkk.,2006).
Cairan yang bersirkulasi di seluruh tubuh di dalam ruang intrasel dan ekstrasel mengandung elektrolit. Elektrolit yang terdapat pada cairan tubuh akan berada dalam bentuk ion bebas. Ion-ion ini akan saling bekerja sama mengHantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh. Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya (Shellz, 2011).
Hal-hal di atas mendorong kami untuk menyusun makalah “Elektrolit dalam Cairan Infus Intravena”. Kami akan memaparkan apa itu elektrolit, tipe elektrolit, elektrolit dalam cairan infus, jenis-jenis cairan infus intravena, peranan elektrolit dalam pengaturan metabolisme tubuh serta mekanisme kerja elektrolit dalam cairan tubuh kita.
II. ISI
Elektrolit adalah suatu zat yang ketika dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan pecah menjadi ion-ion yang dapat menghantarkan muatan listrik. Sedangkan nonelektrolit tidak menghantarkan arus listrik ketika dilarutkan dalam air (Brady, 1999). Elektrolit yang memiliki muatan positif disebut dengan kation dan elektrolit yang bermuatan negatif disebut dengan anion. Dua kation yang penting dalam cairan tubuh yaitu natrium dan kalium, keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan ekstrasel dan intrasel dan langsung berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam ekstrasel adalah natrium (kation utama), kalium, kalsium, dam magnesium. Cairan ekstrasel juga mengandung anion-anion seperti klorida, bikarbonat, dan albumin yang berfungsi sebagai elektronetral. Kation utama dalam intrasel adalah kalium dan sebagai anion utama adalah fosfat. Kebutuhan elektrolit setiap hari: Na+ : 2 mEq/kg; K+ : 2 mEq/kg (Munden, 2006; Potter dan Perry, 2006).
Elektrolit memiliki peranan yang sangat penting dalam tubuh. Elektrolit memiliki fungsi antara lain dalam menjaga tekanan osmotik tubuh, mengatur pendistribusian cairan ke dalam kompartemen badan air (body’s fluid compartement), menjaga pH tubuh dan juga akan terlibat dalam setiap reaksi oksidasi dan reduksi serta ikut berperan dalam setiap proses metabolisme (Anwari Irawan, 2007). Misalnya natrium berperan penting dalam mengendalikan volume cairan tubuh total, sedangkan kalium berperan dalam mengendalikan volume sel. Perbedaan muatan listrik di dalam dan di luar membran sel diperlukan untuk menghasilkan kerja saraf dan otot, sedangkan perbedaan konsentrasi kalium dan natrium di dalam dan di luar membran sel berperan penting dalam mempertahankan perbedaan muatan listrik (Sukmariah dan Kamianti, 1990). Muatan listrik dalam cairan intrasel dan ekstrasel memiliki konsentrasi yang berbeda, namun jumlah total anion dan kation di dalam setiap kompartemen harus sama. Elektrolit juga sangat penting dalam banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskuler dan keseimbangan asam basa (Paradiso, 1995).
Cairan dan elektrolit di dalam tubuh tidak statis. Cairan dan elektrolit berpindah dari satu kompartemen ke kompartemen lain untuk memfasilitasi proses-proses yang terjadi di dalam tubuh, seperti oksigenasi jaringan, respons terhadap penyakit, keseimbangan asam basa, dan respons terhadap terapi obat (Brown dan Edwards, 2005; Crisp dan Taylor, 2001; Munden, 2006).
Infus Cairan Intravena
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh (air dan elektrolit) melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Cairan sebagai terapi harus tepat sehingga dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis pasien, contohnya:
− Kalium merupakan kation utama dalam cairan intraseluler dan lebih penting dalam mengatur keseimbangan asam basa, tonisitas dan elektrodinersitas. Untuk menggantikan kalium yang hilang digunakan KCl yang lebih mudah larut dalam air.
− Kalsium merupakan kation yang penting sebagai aktivator dari berbagai macam reaksi enzimatis, dipakai dalam bentuk CaCl2 yang lebih mudah larut dalam air.
− Natrium merupakan kation mayor dalam cairan ekstraseluler. Fungsinya adalah pengontrol distribusi air, cairan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik dari cairan tubuh. NaCl digunakan karena larut dalam air dan digunakan sebagai pengganti natrium yang hilang (Yuda Handayana, 2010).
Pemberian cairan infus terhadap pasien harus memperhatikan komposisi cairan infus diantaranya:
1. Kandungan Elektrolit Cairan
Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl-, Ca++, laktat atau asetat. Jadi dalam pemberian infus yang diperhitungkan bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu banyak.
2. Osmolaritas cairan
Osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas yang dianjurkan adalah kurang dari 900 mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis (peradangan vena). Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan melalui vena sentral
3. Kandungan lain cairan
Selain elektrolit, beberapa produk infus juga mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa, maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida. Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg++, Zn++ dan trace element lainnya.
Jenis Cairan Infus
1. Cairan hipotonik, osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik, osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik, osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin (Erna Fitriani Alfanti, 2007).

III. PENUTUP
Elektrolit adalah suatu zat yang ketika dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan pecah menjadi ion-ion yang dapat menghantarkan muatan listrik. Sedangkan nonelektrolit tidak menghantarkan arus listrik ketika dilarutkan dalam air. Elektrolit yang bermuatan positif disebut kation dan yang bermuatan negatif disebut anion. Dua kation yang penting dalam cairan tubuh yaitu natrium dan kalium. Kation dalam ekstrasel adalah natrium (kation utama), kalium, kalsium, dam magnesium, sedangkan anion-anionnya diantaranya klorida, bikarbonat, dan albumin. Kation utama dalam intrasel adalah kalium dan sebagai anion utama adalah fosfat. Fungsi elektrolit antara lain menjaga tekanan osmotik tubuh, mengatur pendistribusian cairan ke dalam kompartemen badan air (body’s fluid compartement), menjaga pH tubuh dan juga terlibat dalam setiap reaksi oksidasi dan reduksi serta ikut berperan dalam setiap proses metabolisme.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh (air dan elektrolit) melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Jenis cairan infus yaitu cairan hipotonik, isotonik, dan hipertonik. Ketiganya digunakan sesuai dengan fungsinya masing-masing tergantung keadaan pasien.

DAFATR PUSTAKA
Anwari Irawan, 2007. http://www.pssplab.com/journal/01.pdf. Diakses 12 Juni 2011.
Brady, James E.,1999. Kimia Universitas. Jakarta: Binarupa Aksara.
Chang, Raymond, 2005. Kimia Dasar. Jakarta:Erlangga.
Erna Fitriani Alfanti, 2007. Pengaruh Infus Dekstrosa 2,5 % Nacl 0,45% Terhadap Kadar Glukosa Darah Perioperatif pada Pasien Pediatri. http: //eprints.undip.ac.id/17418/1/Erna_Fitriana_Alfanti.pdf. Diakses 12 Juni 2011.
Lemone, P. dan Burke, K., 2008. Medical Surgical Nursing:Critical Thinking In Client Care (4th Ed). New Jersey:Pearson Prentice Hall.
Munden,J.,2006. Fluids and Electrolytes, A 2-In-1 Reference For Nurses. Ambler:Lippincott Williams dan Wilkins.
Paradiso,C., 1995. Lippincots Review Series: Fluids And Electrolyte. Philadelphia: J.B.Lippincott Company.
Shellz. 2011. Elektrolit Peranannya dalam Tubuh. http://www.peutuah.com/ilmu-pengetahuan-2/elektrolit-peranannya-dalam-tubuh. html. Diakses pada 13 Juni 2011.
Siregar, P., 2006. Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit Dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi B, Alwi I, Simadibata M., Setiati, S., (Ed.IV Jilid) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sukmariah M. dan Kamianti A.,1990. Kimia Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara.
Yuda Handayana, 2010. Infus Cairan Intravena (Macam-Macam Cairan Infus).
http://dokteryudabedah.com/ infus-cairan- intravena-macam-macam-cairan-infus/. Diakses 12 Juni 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar