welcome to stargirlzone

welcome to stargirlzone ^^

Senin, 13 Januari 2014

IMUNISASI

A. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu, namun kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain (Depkes RI, 2007). Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang menjadi penyebab penyakit, namun telah dilemahkan atau dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau kelompok orang dengan tujuan merangsang timbulnya zat anti penyakit tertentu pada orang-orang tersebut (Achmadi, 2006). Imunisasi dapat disimpulkan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalamtubuh bayi atau anak.Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. Yang dimaksud dengan imunisasi dasar lengkap adalah pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3x DPT3x, polio 4x dan campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun (Depkes RI, 2005). B. Tujuan Pemberian Imunisasi Tujuan pemberian imunisasi adalah yaitu (1) mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (2) memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu Polio, Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus, TBC dan Hepatitis B. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan maksud menurunkan kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Achmadi, 2006). C. Manfaat Imunisasi Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh (1) anak, yaitu mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kemandulan, (2) keluarga, dengan menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan bila anak sakit, hal ini akan mendorong penyiapan keluarga yang terencana agar sehat dan berkualitas, dan (3) negara, dengan memperbaiki tingkat kesehatan maka akan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa (Achmadi, 2006). D. Syarat-syarat Imunisasi Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaaan yang tidak boleh memperoleh imunisasi yaitu: anak sakit keras, keadaan fisik lemah, dalam masa tunas suatu penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan sediaan kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin hidup) karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak (Achmadi, 2006). Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan yaitu: diberikan pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan di lemari es dan belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang tepat untuk diberikan, mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan informasi kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi meliputi manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi. E. Program Imunisasi Upaya imunisasi diselenggrakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling efektif. Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi program pengembangan imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), seperti tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, serta hepatitis B. Dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit polio dan sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous). Hal ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan program eradikasi polio (ERAPO). Penyakit lain yang sudah dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan programnya adalah tetanus maternal dan neonatal serta campak (Depkes RI, 2005). F. Macam-macam Imunisasi Macam-macam imunisasi dasar yang diwajibkan di Indonesia menurut Prayogo et al. (2009) yaitu: 1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin) Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin hidup yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis 0,05 ml pada insertio muskulus deltoideus. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi antara lain: a. Reaksi lokal: 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut yang disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka bila akan diulang dan bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji Mantoux (tuberkulin). b. Reaksi regional: pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah: a. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat. b. Limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan. 2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus) Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasn yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara sub cutan dalam. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan dosis 0,5 ml. DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi sebagai berikut : a. Demam tinggi (lebih dari 40,5C) b. Kejang c. Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarga) d. Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon) Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak mempunyai riwayat kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah DT, yang hanya dapat diperoleh di Puskesmas (kombinasi toksoid difteria dan tetanus (DT) yang mengandung 10–12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis). 1-2 hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tulang tungkai yang bersangkutan. 3. Imunisasi Polio Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Terdapat 2 macam vaksin polio: a) IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan b) OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Kontraindikasi pemberian vaksin polio : a. Diare b. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid) c. Kehamilan Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai tingkat yang tertinggi. 4. Imunisasi Campak Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subcutan sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah campak, dan ada bayi yang belum berusia 9 bulan, maka imunisasi campak boleh diberikan. Kontra indikasi pemberian vaksin campak adalah sebagai berikut: a. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38Celcius b. Gangguan system kekebalan c. Pemakaian obat imunosupresan d. Alergi terhadap protein telur e. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin f. Wanita hamil Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang). 5. Imunisasi HB (Hepatitis B) Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB I dan 4 minggu kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam dengan dosis 0,5 ml. Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar–benar pulih. Efek samping dari vaksin HB adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. (Prayogo et al., 2009) Imunisasi Tambahan Selain 5 imunisasi yang diwajibkan pemerintah seperti yang telah diuraikan di atas, ada beberapa imunisasi tambahan lain yang dianjurkan yaitu: 1. Imunisasi MMR Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebabkan pembengkakan otak atau gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP). Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin: a) Komponen campak: 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua. b) Komponen gondongan: Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR. c) Komponen campak Jerman: Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang-timbul). Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi. Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius. Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada: • anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin • anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin • anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan. • wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil. 2. Imunisasi Hib Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan. 3. Imunisasi Varisella Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas. Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu. Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius. Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup. Efek samping dari vaksin varisella yaitu berupa: • demam • nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan • ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan. • kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan • pneumonia • reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi. Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada: • Wanita hamil atau wanita menyusui • Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan • Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut • Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS) • Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid • Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya • Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin. 4. Imunisasi HBV Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha. Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil. Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. 5. Imunisasi Pneumokokus Konjugata Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah). Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus. (Prayogo et al., 2009) G. Jadwal Pemberian Imunisasi Prayogo et al. (2009) menyebutkan bahwa imunisasi yang diharuskan di Indonesia adalah imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin), hepatitits B, DPT (difteri, pertusis, dan tetanus), polio dan campak. Kegiatan imunisasi rutin terhadap bayi adalah pemberian imunisasi BCG sebanyak 1 kali, DPT sebanyak 3 kali, polio sebanyak 4 kali, hepatitis B sebanyak 3 kali dan campak sebanyak 1 kali (Depkes RI, 2005). Imunisasi dasar rutin terhadap bayi dilaksanakan berdasarkan jadwal berikut: (Kepmenkes RI, 2004) Jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2011 adalah sebagai berikut: H. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis B (Depkes RI, 2005). 1. Tuberkulosis Penyakita TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang Penyebab infeksi adalah kompleks mycobacterium tuberculosis. Kompleks ini termasuk Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium africanum terutama berasal dari manusia dan Mycobacterium bovis yang berasal dari sapi. Mulai masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberculosis positif kira-kira 2-10 minggu. Resiko menjadi TB Paru dan TB ekstra pulmoner progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup (Depkes RI, 2005). Umumnya manusia berperan sebagai reservoir, jarang sekali primata, dibeberapa daerah terjadi infeksi yang menyerang ternak, seperti sapi, babi dan mamalia lain. Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TBC dalam percikan ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB paru dan TN laring pada waktu mereka batuk,bersin, atau pada waktu bernyanyi. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Pajanan jangka waktu lama dalam lingkungan keluarga menyebabkan resiko terinfeksi sebesar 30%. Bila terjadi koinfeksi dengan HIV resiko pertahun 2-7% dan resiko kumulatif sebesar 60-80%. Pemberian imunisasi BCG terhadap mereka yang tidak terinfeksi TB (tes tuberculin negative) lebih dari 90% akan memberikan hasil tes tuberculin positif (Depkes RI, 2005). 2. Difteri Penyebab penyakit adalah Corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis, atau intermedius. Masa inkubasi biasanya 2-5 hari. Terkadang lebih lama. Reservoir penyakit adalah manusia. Cara penularan melalui kontak dengan penderita atau carrier. Jarang sekali penularan melalui peralatan yang tercemar oleh dicharge dari lesi penderita difteri. Susu yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan. Masa penularan beragam, tetapi menular sampai tidak ditemukan lagi bakteri dari discharge dan lesi, biasanya berlangsung 2 minggu atau kurang, bahkan kadangkala dapat lebih dari 4 minggu. Pengidap kronis dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan. Penyakit ini muncul terutama pada bulan-bulan dimana temperature lebih dingin di Negara sub tropis dan terutama menyerang anak-anak berumur dibawah 15 tahun yang belum diimunisasi. Cara pemberantasan yang efektif adalah dengan memberikan imunisasi pada waktu bayi dengan yang mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid, seperti DPT (Depkes RI, 2005). 3. Pertusis Penyebab penyakit adalah Bordetella pertusis, basil pertusis. Masa inkubasi penyakit ini umumnya 7-20 hari. Reservoir penyakit ini adalah manusia, yang dianggap sebagai satu-satunya hospes. Cara penularan melalui kontak langsung dengan discharge selaput lendir saluran pernafasan dari orang yang terinfeksi lewat udara, kemungkinan juga penularan melalui percikan ludah. Seringkali penyakit dibawa pulang oleh anggota saudara yang lebih tua atau orang tua penderita. Penyakit ini sangat menular pada stadium kataral awal sebelum paroxysmal. Selanjutnya tingkat penularan secara bertahap menurun dan dapat diabaikan dalam waktu 3 minggu untuk kontak bukan serumah, walaupun batuk spasmodic dalam waktu 3 minggu untuk kontak bukan serumah, walaupun batuk spasmodic yang disertai “whoop” masih tetap ada (Depkes RI, 2005). Distribusi penyakit, penyakit endemis yang sering menyerang anak-anak (khususnya usia dini) tersebar diseluruh dunia, tidak tergantung etnis, cuaca ataupun lokasi geografis. Terjadinya penurunan yang nyata dari angka kesakitan pertusis selama empat dekade terakhir, terutama pada masyarakat dimana program imunisasi berjalan dengan baik serta tersedia pelayanan kesehatan yang cukup dan gizi yang baik. Cara pencegahan dilakukan dengan pemberian imunisasi mulai usia dua bulan dan mengikuti jadwal pemberian imunisasi yang dianjurkan. Imunisasi dasar untuk mencegah infeksi bordetella pertusis yang direkomendasikan adalah tiga dosis vaksin yang mengandung suspense bakteri yang telah dimatikan, biasanya dikombinasikan dengan diptheria dan tetanus toxoid yang diserap dalam aluminium vaksin absorbs diphtheria dan tetanus toxoid dan pertussis (DPT) (Depkes RI, 2005). 4. Tetanus Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil tetanus yang hidup secara anaerobic pada luka. Ciri khas dari tetanus adalah kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher, diikuti dengan otot-otot seluruh badan. Gejala pertama yang muncul, yang mengarahkan kita untuk memikirkan tetanus pada anak usia lebih tua dan orang dewasa, adalah jika ditemukan adanya kaku otot pada abdomen. Posisi yang khas pada penderita tetanus yang mengalami kejang adalah terjadinya opisthotowus dan ekspresi wajah yang disebut dengan risus sardonicus. CFR berkisar 10%-90%, paling tinggi pada bayi dibandingkan dengan penderita yang lebih dewasa. Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri,kedalaman dan letak luka. Rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umunya makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. Reservoir dari basil tetanus adalah usus kuda dan hewan lainnya, termasuk manusia dimana kuman tersebut berbahaya bagi hospes dan merupakan flora normal dalam usus, tanah atau benda-benda yang dapat terkontaminasi dengn tinja hewan atau manusia dapat juga berperan sebagai reservoir (Depkes RI, 2005). Penularan terjadi apabila spora tetanus masuk kedalam tubuh, biasanya melalui luka tusuk yang tercemar dengan tanah, debu jalanan, atau tinja hewan atau manusia. Spora dapat juga masuk melaui luka bakar atau luka lain yang sepele, atau peralatan yang tercemar. Tetanus kadangkala sebagai gejala ikutan pasca pembedahan, termasuk setelah sikumsisi. Tidak ada penularan langsung dari manusia kepada manusia. Cara penularan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus roxoid bersama-sama diphtheria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Depkes RI, 2005). 5. Poliomielitis Penyakit polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2, dan 3. Semua tipe dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebahagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparen infection) terutama anak-anak. Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui rute orofekal; virus lebih mudah dideteksi dari tinja dalam waktu panjang dibandingkan dari secret tenggorokan. Di daerah dengan sanitasi lingkungan yang lebih baik penularan lebih sering terjadi melalui secret faring daripada melalui rute orofekal (Depkes RI, 2005). Cara pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang sangat efektif memproduksi antibody terhadap virus polio. Satu dosis OPV menimbulkan kekebalan terhadap ke 3 tipe virus polio pada sekitar 50% penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% peneriman vaksin akan terlindung dari ancaman poliomyelitis, diperkirakan seumur hidup. Dosis ke 4 akan meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OPV. Disamping itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara penyebaran sekunder. Hal ini dapat memutus rantai penularan penyakit polio (Depkes RI, 2005). 6. Campak Penyakit campak disebabkan oleh virus campak, anggota genus morbilivirus dari family paramyxoviridae, yang merupakan penyakit virus akut yang sangat menular. Gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik). Tanda khas bercak kemerahan di kulit timbul pada hari ketiga sampai hari ketujuh, dimulai didaerah muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan. Sering timbul lekopenia. Komplikasi dapat terjadi sabagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri, antara lain berupa otitis media, pneumonia, laryngotracheobronchitis (croup), diare dan ensefalitis (Depkes RI, 2005). Masa inkubasi berlangsung sekitar 10 hari, tapi bisa antara 7-18 hari dari terpajan sampai gejala demam, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih lama dari 19-21 hari. Reservoir adalah manusia. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodoermal (biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbulnya ruam; minimak setelah hari kedua timbulnya ruam. Penularan dapat melalui udara berupa droplet infection, kontak langsung melalui secret hidung atau tenggorokan dari orang-orang yang terinfeksi, tetapi agak jarang melalui benda-benda yang terkena secret hidung atau secret tenggorokan (Depkes RI, 2005). Pencegahan terhadap penyakit cmpak dilakukan dengan pemberian imunisasi campak dengan menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang dilemahkan. Sekitar 5-15% orang setelah diimunisasi menunjukkan gejala kelesuan da demam mencapai 39,4’C. Gejala ini muncul antara 5-12 hari setelah diimunisasi, biasanya akan berakhir setelah 1-2 hari, namun tidak begitu menggangu (Depkes RI, 2005). 7. Hepatitis B Penyebab penyakit adalah virus hepatitis B (HBV), termasuk kepadnavirus,berukuran 42-nm double stranded DNA virus terdiri dari nucleocapsid core (HBcAg) berukuran 27 mm, dikelilingi oleh lapisan lipoprotein dibagian luarnya yang berisi antigen permukaan (HBSAg). Masa inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa mendeteksi HBsAg dalam darah, dan pernah dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian. Manusia berperan sebagai reservoir, simpanse juga orang utan juga rentan terhadap infeksi (Depkes RI, 2005). Cara penularan HBV secara horinzontal yang paling sering terjadi melalu kontak seksual atau kontak ramah tangga dengan seseorang yang tertular penularan secara vertical melalui perinatal terjadi dari ibu kepada bayinya. Bagian tubuh yang memungkinkan terjadinya penularan HBV adalah darah dan produk darah, air ludah, cairan amaiotik, semen, cairan vagina, cairan bagian tubuh lainnya yang berisi darah, organ tubuh dan jaringan tubuh yang terlepas (Depkes RI, 2005). Strategi pencegahan hepatitis B antara lain dengan melakukan uji saring terhadap ibu hamil untuk menemukan HBsAg an memberikan Hb-Ig dan imunisasi hepatitis B pasa bayi yag lahir dari ibu dengan HBsAg positif, memberikan imunisasi hepatitis B rutin terhadap semua bayi. Kekebalan terhadap HBV dipercaya akan akan bertahan lebih dari 10 tahun setelah pemberian imunisasi lengkap (Depkes RI, 2005). I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Banyak faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi, antara lain: 1. Motivasi Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat didalam diri manusia, yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan secara sadar dan tidak sadar membuat orang berperilaku untuk mencapai tujuan yang sesuai kebutuhannya. Diharapkan dengan motivasi yang besar untuk melengkapi imunisasi dasar bagi bayinya, segala penyakit dapat dicegah sedini mungkin dan kesehatan bayi dapat terpenuhi (Budioro, 2002). 2. Letak Geografis Daerah yang tersedia sarana transportasi berbeda dengan mereka yang hidup terpencil. Kemudahan tempat yang strategis dan sarana transportasi yang lengkap akan mempercepat pelayanan kesehatan (Budioro, 2002). 3. Lingkungan Lingkungan adalah segala objek baik berupa benda hidup atau tidak hidup yang ada disekitar dimana orang berada. Dalam hal ini lingkungan sangat berperan dalam kepatuhan untuk melengkapi imunisasi dimana apabila lingkungan mendukung secara otomatis ibu akan patuh untuk melengkapi imunisasi pada anaknya (Budioro, 2002). 4. Sosial Ekonomi Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Keadaan ekonomi keluarga yang baik diharapkan mampu mencukupi dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan untuk keluarga, sehingga seseorang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi akan berbeda dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mengusahakan terpenuhinya imunisasi yang lengkap bagi bayi (Budioro, 2002; Notoatmodjo, 2003). 5. Pengalaman Stress adalah salah satu bentuk trauma, merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu. Pengalaman merupakan salah satu faktor dalam diri manusia yang sangat menentukan terhadap penerimaan rangsang pada proses persepsi berlangsung. Orang yang mempunyai pengalaman akan selalu lebih pandai dalam menyikapi segala hal dari pada mereka yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman (Notoatmodjo, 2003). 6. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan suatu prasarana dalam hal pelayanan kesehatan. Apabila fasilitas baik akan mempengaruhi tingkat kesehatan yang ada, ini terbukti seseorang yang memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik maka akan mempunyai taraf kesehatan yang tinggi (Notoatmodjo, 2003). 7. Pengetahuan Pengetahuan merupakan seluruh kemampuan individu untuk berfikir secara terarah dan efektif, sehingga orang yang mempunyai pengetahuan tinggi akan mudah menyerap informasi, saran dan nasihat (Budioro, 2002; Notoatmodjo, 2003). 8. Pendidikan Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya melibatkan tingkah laku individu maupun kelompok. Inti kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah terbentuknya seperangkat tingkah laku, kegiatan dan aktivitas. Dengan belajar baik secara formal maupun informal, manusia akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh seseorang akan mengetahui manfaat dari saran atau nasihat sehingga akan termotivasi untuk meningkatkan status kesehatan. Pendidikan yang tinggi terutama ibu akan memberikan gambaran akan pentingnya menjaga kesehatan terutama bagi bayinya (Notoatmodjo, 2003).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar